KARAKTERISTIK EKOSISTEM PERAIRAN MENGALIR (Studi Kasus: Sungai Ciapus)

KARAKTERISTIK EKOSISTEM PERAIRAN MENGALIR
(Studi Kasus: Sungai Ciapus)

Thita Yuliza (C24140025), Astrid Widya Tamara (C24140026), Anis Septiyaningsih (C24140027), Ulfa (C24140028), Febrian Pratama (C24140029), Iim Imawati (C24140030)



Kelompok 5

Abstrak
Praktikum Ekologi Perairan Mengalir dilaksanakan pada Sabtu tanggal 17 Oktober 2015 pukul 10.00-13.00 WIB di Sungai Ciapus, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Ekosistem perairan mengalir merupakan perairan terbuka yang memiliki ciri-ciri mengalir searah, debit air yang berfluktuasi, bentuk yang memanjang, dan kedalaman relatif dangkal. Tujuan dari praktikum ini mengidentifikasi kondisi perairan mengalir melalui parameter fisika, kimia, dan biologi serta mengetahui interaksi atau hubungan yang saling mempengaruhi komponen-komponen yang ada di antara ketiga parameter tersebut. Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah observasi lapang. Kegiatan praktikum ini menganalisis sampel yang diambil dari 8 stasiun sungai yang berbeda-beda kedalamannya. Hasil parameter fisika berupa warna perairannya jernih, kecepatan arus terbesar 0,57 m/s, kedalaman rata-rata 38,75 cm, lebar sungai rata-rata 26,26 m, lebar badan sungai rata-rata 28,81 m, kecepatan arus 1,1033 m/s tipe substratnya adalah berbatu, suhu air antara 270 C – 30 0C, dan tidak berbau. Ditinjau dari parameter kimia, diketahui bahwa pH air di Sungai Ciapus adalah 6. Ditinjau dari parameter biologi, diperoleh kelimpahan plankton yang paling dominan adalah Synendra 30,35 ind/L. Kelimpahan perifiton yang paling dominan Gyrosogma dan Zygnema. 288.5 ind/L.

Kata Kunci : Ekologi Perairan, Mengalir, Parameter

Abstract
The practicum of aquatic ecology lotic was held on Saturday, 17th October 2015 at 10.00 to 13.00 WIB in Ciapus River, Dramaga, and Bogor. Lotic ecosystem are characterized by an average flow velocity, stream orders depending, elongated shape, and relatively shallow depths. The purpose of this practicum is to identify the conditions of the lotic waters through the parameters of physics, chemistry, and biology as well as the interaction of mutual influence of components that exist between the parameters. The method was used in this practicum is a field observation. At this practicum, we observed eight station with different depths. We obtained data of physical parameters such as the color of water is limpid, the highest current speed is 0, 57 m/s, brightness 100%, the average depth is 38,75 cm, average widest river is 26,26 m, average width of the river is 28,81 m, the type of the substrates is rocky, the highest of temperature is 30,38 ° C and have not smell. Judging from the chemical parameters, it is known that the pH of the water in Ciapus River is 6. Then, in terms of biological parameters, we obtained the most abundance of plankton is Synendra 30,35 ind/L. The most abundance of perifiton is Gyrosogma and Zygnema is 288,5 ind/L

Keywords: Aquatic Ecology, Lotic, Parameters


PENDAHULUAN

Perairan mengalir merupakan perairan terbuka yang dicirikan dengan adanya arus, perbedaan gradien lingkungan dan interaksi antara komponen biotik dan abiotik yang ada di dalamnya. Perairan mengalir memiliki ciri-ciri, yaitu mengalir searah, debit air yang fluktuasi, bentuk yang memanjang, dasar dan tepian yang tidak stabil, dan kedalamannya relatif dangkal. Pada ekosistem ini, dasar perairan merupakan hal yang penting sekaligus menentukan sifat komunitas serta kerapatan populasi dari komunitas. Dasar perairan yang keras terutama yang terdiri dari batu merupakan habitat yang baik bagi organisme untuk menempel atau melekat (Putra 2013).
Suatu perairan mengalir terdapat interaksi antara komponen biotik seperti zooplankton, bentos, nekton, neuston, perifiton, dan tumbuhan air dengan komponen abiotik seperti warna perairan, suhu, kecerahan, kedalaman, tipe substrat, kecepatan arus, lebar sungai dan lebar badan sungai. Perairan mengalir yang memiliki faktor-faktor yang berpengaruh berdasarkan literatur meliputi suhu, kejernihan, arus, konsentrasi gas pernafasan, dan kosentrasi garam biogenik. Dalam hal ini arus merupakan faktor pembatas yang paling mengendalikan di aliran air (Odum 1998).
Sungai Ciapus merupakan perairan mengalir. Banyak faktor-faktor pembatas yang cukup penting pada habitat air tawar, yaitu suhu, kecerahan, arus, konsentrasi gas pernafasan dan konsentrasi garam biogenik. Dalam perairan mengalir memiliki suhu yang rendah karena ada degradasi suhu semakin ke tengah semakin dingin, adanya sirkulasi air yang menyebabkan banyak terkandung oksigen. Kejernihan air yang baik dibandingkan dengan perairan menggenang, tetapi tergantung juga dari sumber limbah yang mencemarinya, semakin banyak limbah yang terdapat di sungai tersebut maka semakin keruh perairannya, mempunyai arus, dan biasanya organisme yang menempatinya mempunyai adaptasi khusus dalam mempertahankan diri dalam melawan arus. Hampir seluruh organisme yang hidup pada habitat air mengalir dari larva serangga sampai dengan ikan mempunyai bentuk yang stream line. Bentuk badan seperti ini mengakibatkan tekanan minimum dari arus air yang melewatinya. Pada habitat air mengalir dijumpai pula oranisme-organisme yang bentuk badannya pipih sehingga memungkinkan kelompok ini berlindung di bawah atau di celah-celah batu. Rheotaxis positif (organisme yang mampu melakukan pengaturan terhadap arus), Thigmotaksis positif merupakan kelompok pada habitat air mengalir yang mempunyai pola tingkah laku yang diturunkan untuk melekat di dekat permukaan atau menjaga diri agar tetap dekat dengan permukaan (Odum 1998).
Pengamatan mengenai karakteristik fisika yang mencakup kedalaman, kecerahan, bau, suhu, arus, lebar sungai, lebar badan sungai, dan warna perairan; parameter kimia yaitu nilai pH perairan; dan parameter biologi mencakup benthos, perifiton, nekton, neuston, dan plankton, pada ekosistem mengalir, maka dilakukan praktikum lapang di Sungai Ciapus, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor pada Sabtu, tanggal 17 Oktober 2015.
Tujuan dari praktikum ekologi perairan mengalir adalah mengidentifikasi kondisi perairan mengalir melalui parameter fisika, kimia, dan biologi serta mengetahui interaksi atau hubungan yang saling mempengaruhi komponen-komponen yang ada diantara ketiga parameter tersebut.

METODOLOGI
WAKTU DAN TEMPAT
Kegiatan Praktikum Ekologi Perairan Mengalir dilaksanakan pada Sabtu tanggal 17 Oktober 2015 pukul 10.00 WIB sampai dengan pukul 13.00 WIB di Sungai Ciapus yang terletak di Kampus IPB Dramaga, Kabupaten Bogor.


Gambar 1. Lokasi praktikum di Sungai Ciapus
Sumber: https://www.google.co.id/maps

ALAT DAN BAHAN
Alat yang digunakan pada praktikum ekosistem perairan mengalir ini adalah surber, paralon dengan diameter 3 inchi, transek kuadrat 2 x 2 cm, transek kuadrat 1x1 m, termometer, water sampler (ember) ukuran 10 liter, sikat gigi, enam botol film, tiga botol plankton, plankton net, stopwacth, tali rafia 40 m, floating droage, serok, saringan, pH stick, label, alat tulis, kamera, dan plastik. Bahan yang digunakan dalam praktikum lapang adalah formalin, aquades, dan lugol.

METODE PENGAMBILAN SAMPEL
Pengambilan sampel yang dilakukan meliputi parameter fisika, kimia dan biologi. Parameter fisika yang diamati meliputi kedalaman, warna, tipe substrat, suhu, pH, arus, lebar sungai, lebar badan sungai, bau, dan pengambilan beberapa sampel benthos, plankton, perifiton, nekton, dan neuston. Pengambilan sampel dilakukan secara bertahap yakni mengukur kedalaman perairan, suhu air serta mengambil sampel mikroorganisme dari dasar perairan.
Sebelum mengambil sampel, terlebih dahulu letakkan transek kuadrat pada permukaan sungai yang menjadi tempat pengambilan sampel. Pengambilan sampel yang pertama adalah mengukur kedalaman dengan menenggelamkan pipa paralon 3 inchi sampai ke dasar dan diukur kedalamannya berdasarkan skala yang tertera. Termometer digunakan untuk mengukur suhu di perairan. Pengambilan sampel substrat di dasar air dilakukan dengan pipa paralon yang ditekan pada dasar perairan hingga substrat menempel di ujung paralon kemudian diangkat ke permukaan. Kedalaman kecerahan Sungai Ciapus adalah 100% karena bisa langsung dilihat dasar perairannya. Untuk mengukur arus sungai digunakan alat floating droage dengan menghanyutkan floating droage bersamaan menghitung waktunya dengan stopwatch sampai floating droage tertarik sempurna. Lebar sungai diukur menggunakan tali rafia dari seberang sungai sampai batas air sungai. Lebar badan sungai diukur dengan tali rafia yang dibentangkan dari seberang sungai sampai batas badan sungai.
Kegiatan pengambilan sampel berdasarkan parameter biologi yang pertama adalah pengerikan perifiton dengan menggunakan sikat dari benda-benda di dasar perairan tiap stasiun seperti kulit kerang mati, kayu, dan sebagainya. Kedua adalah pengambilan sampel benthos dari dasar perairan secara manual dengan membilas substrat dasar perairan kemudian disaring menggunakan surber. Ketiga adalah penyaringan air dari kolom perairan dengan ember 10 L sebanyak sepuluh kali untuk mengambil plankton menggunakan plankton net. Sementara ditinjau dari parameter kimia, pH suatu perairan diukur dengan mencelupkan kertas indikator pH kemudian membandingkan warnanya dengan trayek pH. Analisis laboratorium dilakukan pada hari Jum’at tanggal 23 Oktober 2015 di Laboratorium Biologi Makro 1 pukul 15.00 WIB. Analisis dilakukan dengan tujuan mengetahui hasil dari setiap sampel yang telah diambil dengan menyesuaikannya pada buku panduan praktikum.

ANALISIS DATA
Analisis dilakukan dengan tujuan mengetahui hasil dari setiap sampel yang telah diambil dengan menyesuaikannya pada buku panduan praktikum. Berikut adalah hasil perhitungan dari tiap parameter yang digunakan ketika analisis laboratorium:

Parameter Fisika
Arus
Arus = s/t (m/s)

s : panjang tali floating droage (m)
t : waktu arus (s)

Parameter Biologi
Kepadatan Spesies
Kepadatan spesies plankton dianalisis menggunakan rumus kepadatan (Usman 2013):

Kepadatan spesies = (Kepadatan spesies A)/(Kepadatan spesies total)(m)

Indeks Keanekaragaman Spesies
Indeks keanekaragaman spesies adalah ukuran kekayaan komunitas dilihat dari jumlah spesies dalam suatu kawasan, berikut jumlah individu dalam tiap spesies. Indeks keanekaragaman spesies dianalisis dengan menggunakan formula Shannon-Wiener (Usman 2013):

H’ = - Σ (ni/N ln ni/N)
Dimana:
H’ : Indeks keanekaragaman spesies
ni : Jumlah individu dalam spesies ke-i
N : Jumlah total individu
Keterangan:
H’< 1 : Keanekaragaman rendah dan keadaan komunitas rendah 13 : Keanekaragaman tinggi dan keadaan komunitas tinggi

Indeks Keseragaman
E = H’/HMAX
Dimana:
E : Indeks keseragaman
H’ : Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener
Hmax : Indeks keanekaragaman maksimum
(Ln S, dimana S = jumlah jenis)

Indeks Dominansi Spesies
Dominansi spesies adalah penyebaran jumlah individu tidak sama dan ada kecenderungan suatu spesies mendominasi. Untuk mengetahui indeks dominan dalam suatu habitat digunakan rumus di bawah ini (Usman 2013):

C = Σ (ni/N)²
Dimana:
C : Indeks dominan spesies
ni : Jumlah individu setiap spesies i
N : Jumlah total individu seluruh spesies
Keterangan:
C< 0.50 : Dominasi rendah 0.50 1 m/s ), cepat ( 0,50-1 m/s), sedang ( 0,25-0,50 m/s), lambat ( 0,10-0,25 m/s), dan sangat lambat ( < 0,10 m/s ) maka dapat dikatakan bahwa arus pada stasiun 1 cepat dan pada stasiun 2,3,4,5,6,7, dan 8 kecepatan arusnya sedang. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa posisi kedalaman stasiun 1 menghasilkan kecepatan arus paling tinggi 0,57 m/s dengan kedalaman sungai 21,50 cm. Sedangkan stasiun ke 3 menghasilkan kecepatan arus paling rendah 0,25 m/s dengan kedalaman sungai 47,80 cm. Maka dapat disimpulkan bahwa semakin dalam dasar sungai kecepatan arus sungai semakin lambat dan semakin ke permukaan sungai kecepatan arus sungai semakin cepat. Kedalaman sungai dapat dipengaruhi oleh pola distribusi sedimen di sepanjang aliran dan bentuk morfologinya (Happy 2012). Pengaruh lebar dasar sungai terhadap pola aliran yang terjadi disetiap penampang adalah berubahnya kecepatan aliran. Untuk perubahan penampang lebar ke penampang yang lebih sempit dari stasiun 7 ke stasiun 8, terjadi peningkatan kecepatan aliran dari 0,34 m/s menjadi 0,46 m/s. Sedangkan untuk perubahan penampang sempit ke penampang yang lebih lebar dari satsiun 2 ke stasiun 3, terjadi penurunan kecepatan aliran dari 0, 47 m/s menjadi 0,25 m/s. Semakin besar lebar sungai maka semakin kecil kecepatan aliran dan semakin sempit lebar sungai maka semakin besar kecepatan aliran sungai (Putra 2013). Lebar badan sungai diukur secara horizontal, dari vegetasi yang terkena air hingga yang tidak terkena air saat pasang tertinggi. Lebar badan sungai terbesar terdapat pada stasiun 6 dengan nilai 35,61 m dan terkecil terdapat pada stasiun 1 dengan nilai 21,30 m. Lebar badan sungai dilihat dari data stasiun satu sampai ke stasiun delapan memiliki nilai yang besar. Stasiun yang tidak memiliki bau terdapat pada stasiun 1, 3, 4, 5 dan 7, sedangkan stasiun yang berbau yaitu terdapat pada stasiun 2 dan 6. Substrat perairan Sungai Ciapus yang berbatu masih bisa di lihat secara langsung karena warna perairannya jernih. Pengamatan yang dilakukan pada pagi hari dan siang hari memiliki data yang berbeda. Dilihat dari hasil perbandingan di stasiun tiga, data departemen Manajemen Sumberdaya Perairan dan Teknologi Hasil Perairan memiliki perbedaan pada hasil organisme yang di dapat. Departemen Teknologi Hasil Perairan melakukan praktikum pada pagi hari. Organisme yang di peroleh yaitu plankton, perifiton, dan benthos sedangkan departemen Manajemen Sumberdaya Perairan hanya mendapatkan data plankton dan perifiton serta jumlah organisme yang di peroleh lebih sedikit. Selain itu, departemen Manajemen Sumberdaya Perairan yang melakukan praktikum pada siang hari tidak memperoleh sampel organisme benthos. Hal ini disebabkan suatu ekosistem perairan juga dipengaruhi oleh faktor abiotik. Beberapa diantaranya adalah suhu air, kecepatan arus, tipe substrat, oksigen terlarut, dan kandungan organik substrat (Putra 2013). Jenis organisme plankton dan perifiton yang diperoleh departemen Manajemen Sumberdaya Perairan lebih sedikit dibandingkan dengan hasil yang diperoleh departemen Teknologi Hasil Perairan yang melakukan praktikum pada pagi hari. Plankton Plankton terdiri atas fitoplankton dan zooplankton. Pada Sungai Ciapus yang lebih banyak mendominasi dari jenis fitoplankton. Spesies fitoplankton yang terdapat di perairan ini diantaranya Synendra, Nostoc dan Surirella. Fitoplankton adalah plankton yang menyerupai tumbuhan yang memiliki peranan terhadap oksigen terlarut seperti, menurunnya kadar oksigen terlarut pada malam hari karena oksigen terlarut digunakan untuk respirasi, dan bertambahnya oksigen terlarut karena terjadinya proses fotosintesis pada siang hari (Simanjuntak 2006). Fitoplankton memiliki kisaran suhu optimum yaitu 25℃-30℃. Sedangkan zooplankton merupakan plankton yang menyerupai hewan dan memiliki kisaran suhu optimum yaitu 15℃-34℃ (Usman 2013). Tumbuhan termasuk fitoplankton akan berfotosintesis dengan baik pada pH netral yaitu sekitar pH 6-8 dan akan mengalami penurunan jika pH kurang dari 6. Jenis diatom memiliki kelimpahan yang paling dominan di perairan mengalir Sungai Ciapus. Nilai pH yang terlalu tinggi dapat mengganggu aktivitas enzimatis dan metabolisme pada fitoplankton sehingga fotosintesis tidak akan berjalan dengan maksimal (Rahmaningrum 2015). Berdasarkan data yang diperoleh departemen Manajemen Sumberdaya Perairan maupun Teknologi Hasil Perairan spesies plankton yang paling dominan ditemukan adalah Synendra. Hal ini didukung oleh kualitas air Sungai Ciapus yang masih baik. Nilai kelimpahan Synendra yang diperoleh departemen THP pada pagi hari 450 individu/L lebih besar dibandingkan nilai kelimpahan yang diperoleh departemen MSP 30,35 individu/L pada siang hari. Hasil perhitungan indeks keanekaragaman plankton untuk data departemen Manajemen Sumberdaya Perairan adalah 1,90 data departemen Teknologi Hasil Perairan 2,15. Sehingga indeks keanekaragaman plankton termasuk dalam kategori sedang. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Usman (2013), bahwa kisaran nilai 1. Hal ini menunjukan bahwa dominansi setiap spesies plankton rendah. Dominansi spesies yang paling tinggi adalah dari jenis Synendra dengan nilai dominasi sebesar 0,15. Oleh karena itu dapat dijelaskan bahwa secara umum perairan Sungai Ciapus selama pengamatan terjadi dominansi pada mikroorganisme plankton (Usman 2013).
Perifiton
Perifiton merupakan semua mikroorganisme “seperti tumbuhan” atau mikroflora yang hidup pada suatu substrat terendam air, termasuk di dalamnya adalah alga mikroskopis, bakteri dan fungi. Mikroinvertebrata dan protozoa yang merupakan mikroorganisme “seperti hewan” meskipun ditemukan dalam komunitas perifiton, namun tidak dianggap sebagai komponen penyusun perifiton. Dinyatakan bahwa 29-64% materi organik penyusun perifiton dengan substrat bambu adalah mikroalga, sisanya terdiri atas organisme heterotrof termasuk di dalamnya: bakteri heterotrof, fungi, yeast, protozoa dan mikro-metazoa (Yuhana 2011).
Mikroorganisme perifiton yang diperoleh oleh departemen Manajemnen Sumberdaya Perairan pada perairan mengalir diantaranya adalah Spirotaenia, Synendra, Frustulia, Tabelaria, Closterium, Gyrosigma dan Zygnema. Jumlah perifiton terbanyak yaitu Gyrosigma dan Zygnema dengan kelimpahan sebesar 288,50 individu/L. Sedangkan pada pengamatan departemen Teknologi Hasil Perairan tidak diperoleh Gyrosigma dan Zygnema, namun kelimpahan perifiton yang paling mendominasi terdapat pada spesies Synendra 451,20 individu/L. Kelimpahan organisme tersebut antara lain dipengaruhi oleh cahaya matahari, unsur hara dan suhu (Yuhana 2011).

Peranan perifiton di perairan tergenang lebih rendah dari fitoplankton, sedangkan di perairan mengalir peranan perifiton lebih besar, kecuali di perairan yang keruh. Perifiton berperan sebagai produsen primer dengan menghasilkan oksigen dan menjadi salah satu penghasil bahan organik di sungai. Produktivitas primer adalah jumlah bahan organik yang dihasilkan oleh organisme autotroph dengan bantuan cahaya matahari. Faktor-faktor yang membatasi produktivitas primer perifiton di perairan di antaranya adalah intensitas cahaya matahari, suhu, unsur hara, dan biomassa perifiton (Telambaunua 2009). Hasil perhitungan indeks keanekaragaman perifiton departemen Manajemen Sumberdaya Perairan maupun Teknologi Hasil Perairan kisaran nilai dibawah 1 sehingga indeks keanekaragaman perifiton termasuk dalam kategori rendah. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Usman (2013), bahwa kisaran nilai H’< 1 termasuk keanekaragaman rendah dan keadaan komunitas rendah. Nilai indeks keseragaman perifiton untuk data departemen Manajemen Sumberdaya Perairan adalah 0,84, sedangkan data departemen Teknologi Hasil Perairan 0,41.
Indeks dominansi menggambarkan ada tidaknya spesies yang mendominasi jenis yang lain. Hasil perhitungan departemen Manajemen Sumberdaya Perairan dan Teknologi Hasil Perairan pada setiap spesies perifiton memiliki nilai <0,5. Hal ini menunjukan bahwa dominasi setiap spesies perifiton rendah. Hal ini juga menggambarkan secara umum perairan Sungai Ciapus selama pengamatan tidak terjadi dominansi pada mikroorganisme perifiton (Usman 2013).

KESIMPULAN
Sungai Ciapus ditinjau dari parameter fisika memiliki suhu yang optimum, perairannya tidak berbau, berwarna bening, dan substrat dasar perairan yang berbatu. Lebar dan kedalaman sungai berpengaruh terhadap kecepatan arus. Kecepatan arus perairannya tergolong sedang dan dapat dijadikan sebagai faktor pembatas bagi organisme dalam adaptasi. Sedangkan ditinjau dari parameter kimia dan biologi memiliki kisaran pH bernilai 6 bersifat cenderung netral dan organisme dapat hidup di perairan ini adalah plankton dan perifiton dari spesies Synendra.






Komentar

Postingan populer dari blog ini

LAPORAN PRAKTIKUM MK. IKHTIOLOGI FUNGSIONAL ANATOMI DAN MORFOLOGI IKAN

Pengertian Biota Air Tawar, Jenis-Jenis dan Peran Biota Air Tawar, Bahan Organik dan Nutrien bagi Biota Air Tawar, Rantai Makanan Ekosistem Biota Air Tawar, dan Penyebab Kelangkaan Biota Air Tawar dari Pemicu

BUDIDAYA IKAN KONSUMSI