KAJIAN ASPEK PERTUMBUHAN, REPRODUKSI, DAN KEBIASAAN MAKAN IKAN KEMBUNG LELAKI (Rastraliger kanagurta, Cuvier 1817) DI PERAIRAN SELAT SUNDA

ABSTRAK

ASTRID WIDYA TAMARA. C24140026. Kajian Aspek Pertumbuhan, Reproduksi, Dan Kebiasaan Makan Ikan Kembung Lelaki (Rastraliger kanagurta), Cuvier 1817) di Perairan Selat Sunda. Dibimbing oleh NANA FIRMANSYAH.

Ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) merupakan salah satu jenis ikan pelagis kecil yang memiliki nilai ekonomis dan ekologis. Jenis ini banyak ditemukan di Perairan Selat Sunda dan sekitarnya dan sering tertangkap dengan alat tangkap bagan maupun purse seine. Sampai sekarang penelitian aspek-aspek biologi terutama tentang pertumbuhan, reproduksi, dan kebiasaan makan ikan belum banyak dilakukan. Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui tingkat eksploitasi sumberdaya tersebut. Analisa berdasarkan data frekuensi panjang, data panjang bobot dan faktor kondisi merupakan hasil pengukuran langsung secara acak dari hasil tangkapan nelayan pada bulan Februari 2016. Data analisa distribusi frekuensi panjang dengan membandingkan frekuensi panjang ikan dengan selang kelasnya, data panjang bobot menggunakan uji regresi, dan faktor kondisi menggunakan persamaan Ponderal Index. Hasil analisa menunjukkan sumberdaya ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) di Perairan Selat Sunda dan sekitarnya pertumbuhannya adalah allometric negative, yang ditunjukkan oleh nilai b<3 dan uji t menunjukkan bahwa t hitung < t tabel. Hasil uji “chi-square” pada selang kepercayaan 95% (α = 0,05) terhadap nisbah kelamin menunjukkan hasil nyata bahwa nisbah kelamin ikan jantan dan betina adalah tidak seimbang dengan perbandingan sebesar 3:7. Ukuran pertama kali matang gonad ikan kembung lelaki yang betina dan jantan dengan menggunakan metode Spearman-Karber terdapat pada selang kelas panjang 175 – 187 mm dan bobot tubuh ikan 40-95 gram. Hubungan antara fekunditas dengan bobot tubuh lebih erat dibandingkan dengan panjang total tubuh adalah erat. Potensi reproduksi berkisar antara 13469-41584 butir telur pada kisaran panjang tubuh 136-185 mm dengan bobot tubuh 40-95 gram. Pola pemijahan ikan kembung lelaki bersifat total spawner. Kata kunci: Ikan kembung lelaki, pertumbuhan, reproduksi dan eksploitasi PENDAHULUAN

Latar Belakang


Perairan Selat Sunda merupakan perairan yang menghubungkan Laut Jawa dengan Samudera Hindia. Karakteristik perairan Selat Sunda yang sempit dan relatif dangkal di wilayah dekat Laut Jawa (Oktavia et al 2011). Selat Sunda merupakan salah satu perairan yang memiliki potensi ikan pelagis cukup tinggi yaitu lebih dari 17987 ton/tahun (Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten 2014) yang salah satunya adalah ikan kembung lelaki. Salah satu daerah yang berbatasan langsung dengan Selat Sunda adalah Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten dengan satu PPI, yaitu PPI Labuan dan tujuh TPI, yaitu TPI Panimbang, TPI Carita, TPI Citeureup, TPI Sidamuki, TPI Sumur, TPI Tamanjaya dan TPI Pulu Merak (Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten 2014).
Ikan kembung lelaki merupakan salah satu jenis ikan pelagis kecil yang memiliki nilai ekologis dan ekonomis penting. Ikan ini juga merupakan salah satu sumber protein bagi manusia (Fandri 2012). Ikan pelagis kecil ini hidupnya berada pada lapisan permukaan, dimana terdiri dari banyak spesies dan ukuran yang badannya relative tetap kecil walaupun sudah dewasa (Yusron 2005). Karakteristik lain ikan pelagis kecil adalah hidup bergerombol sebagai upaya memudahkan mencari makan, mencari pasangan dalam memijah dan taktik untuk menghindar atau mempertahankan diri dari serangan predator (Fandri 2012). Ikan kembung lelaki dapat ditangkap dengan bagan (Yuda et al 2012) dan purse seine (Yusron 2005) di kawasan Perairan Indonesia sebelah barat yaitu Selat Malaka, Laut Jawa, dan Selat Bali.
Sebagai ikan ekonomis penting, maka perlu ada upaya untuk memelihara kelestarian sumberdaya ikan kembung agar dapat memberikan hasil yang optimum dan berkesinambungan melalui suatu pengelolaan yang didukung oleh informasi biologi dari sumberdaya bersangkutan diantaranya adalah aspek pertumbuhan, biologi reproduksi, dan kebiasaan makan (Brojo dan Sari 2002). Pertumbuhan merupakan proses biologis yang rumit, pada tingkat individu secara sederhana adalah pertambahan ukuran panjang atau bobot tubuh ikan selama waktu tertentu (Irdayanto dan Wardiatno 2014).
Kebiasaan makanan umumnya makanan yang masuk dari luar untuk semua ikan adalah plankton yang bersel tunggal yang berukuran kecil dalam mengawali hidupnya dan apabila telah dewasa ikan akan mengikuti kebiasaan induknya. Kebiasaan makanan ikan kembung adalah plankton besar/kasar, Copepode atau Crustacea (Suwarso 2010). Pentingnya mempelajari kebiasaan makan ikan adalah untuk mengetahui hubungan ekologi diantara organisme-organisme yang ada di perairan dan menentukan gizi alamiah ikan sehingga akan sangat berpengaruh terhadap populasi, pertumbuhan dan kondisi ikan. Biologi reproduksi merupakan mata rantai penting dalam siklus hidup ikan yang berperan dalam kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu, sangat penting mempelajari biologi reproduksi ikan untuk memperoleh parameter dan pemijahan ikan kembung di Selat Sunda (Suwarso 2010).


Perumusan Masalah

Identifikasi masalah dari praktikum ini yaitu Bagaimana pengelolaan ikan kembung lelaki yang mengalami penurunan jumlah tangkapan di Selat Sunda serta kaitannya dengan aspek-aspek biologi perikanan (pertumbuhan, reproduksi, kebiasaan makan). Gambaran perumusan masalah disajikan pada Gambar 1.

Tujuan Praktikum

Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui informasi biologi dari ikan kembung lelaki yang difokuskan pada aspek pertumbuhan, biologi reproduksi, dan kebiasaan makan.

Manfaat Praktikum


Manfaat dari praktikum ini adalah praktikan dapat memberikan rekomendasi dalam pemanfaatan sumberdaya ikan sehingga aplikasi dari informasi biologi dari aspek pertumbuhan, biologi reproduksi, dan kebiasaan makan ikan dapat digunakan sebagai alat pengelolaan suberdaya ikan kembung lelaki secara langsung berhubungan dengan sumberdaya masyarakat.

TINJAUAN PUSTAKA


Klasifikasi Biologi dan Ikan Kembung Lelaki (Rastreliger kanagurta Cuvier 1817)
Gambar 2. Ikan Kembung Lelaki (Rastraliger kanagurta)

Kedudukan taksonomi ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) menurut Saanin (1968) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Ordo : Percomorpy
Famili : Scombridae
Genus : Rastrelliger
Spesies : Rastrelliger kanagurta (Cuvier 1817)
Nama FAO : Indian Mackerel

Ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) tergolong ikan pelagis yang menghendaki perairan yang bersalinitas tinggi (Jayasankar et al 2004). Ikan ini suka hidup secara bergerombol, kebiasaan makanan adalah memakan plankton besar/kasar, Copepode atau Crustacea. Ikan kembung lelaki memiliki sisik-sisik yang menutupi tubuh serta berukuran kecil dan seragam. Sirip punggung dalam dua berkas, diikuti oleh 5 sirip kecil tambahan. Jumlah sirip kecil tambahan yang sama juga terdapat di belakang sirip anal, duri pertama sirip anal tipis dan kecil. Sepasang lunas ekor berukuran kecil terdapat di masing-masing sisi batang ekor dan di depan dan belakang mata terdapat pelupuk mata berlemak (adipose). Ikan kembung lelaki tersebar luas di perairan Indo-Barat Pasifik dan termasuk jenis ikan yang bermigrasi (Jayasankar et al 2004).

Daerah Distribusi dan Persebaran Ikan
Gambar Daerah distribusi ikan kembung lelaki, Rastreligger kanagurta (Cuvier, 1817) di Indonesia (http://www.aquamaps.org/receive.php?type_of_map=regular)

Menurut Hardenberg (1938) in Rifqie (2007) ikan kembung di Laut Jawa dipengaruhi angin musim. Pada saat musim Angin Timur yaitu pada bulan Desember - Februari, sekelompok ikan kembung bergerak dari arah Laut Jawa menuju arah Barat. Kelompok ikan kembung ini perlahan-lahan menghilang dari Laut Jawa kemudian selang beberapa minggu ikan kembung yang baru memasuki Laut Jawa dari arah Timur. Sebaliknya, terjadi pada saat Musim Barat yaitu pada bulan Juni - September, dinamika stok ikan kembung yang masuk ke Laut Jawa berasal dari Laut Cina Selatan dan Samudera Hindia melalui Selat Sunda (Jayasankar 2014).
Musim penangkapan ikan kembung lelaki di Selat Sunda pada bulan Maret hingga November. Penangkapan ikan terbanyak terjadi pada bulan Mei hingga Juni dan selanjutnya jumlah tangkapan mulai menurun. Musim paceklik ikan kembung lelaki terjadi pada bulan Januari hingga Februari. Jumlah tangkapan ikan kembung lebih banyak tertangkap saat bulan gelap dibandingkan bulan terang (Jayasankar 2014).
Pertumbuhan
Pertumbuhan merupakan kenaikan dalam ukuran, maka terjadi pula perubahan bobot tubuh sehingga pertumbuhan sering dikaitkan dengan berat hidup. Pertumbuhan secara mudah yakni “perubahan dalam ukuran” di mana dapat diukur sebagai panjang, volume, atau berat (Agustina 2013).

Hubungan Panjang Bobot
Menurut Effendie (2002) bahwa hubungan panjang dan berat ikan tidak mengikuti hukum kubik (berat ikan sebagai pangkat tiga dari panjangnya), karena bentuk dan panjang ikan berbeda-beda. Perbedaan tersebut karena adanya faktor yang mempengaruhi pertumbuhan, yaitu temperatur dan kualitas air, ukuran, umur dan jenis ikan itu sendiri, dan jumlah ikan-ikan lain yang memanfaatkan sumber yang sama. Selain faktor-faktor yang di atas, pertumbuhan juga dipengaruhi kematangan gonad ikan itu sendiri.
Effendie (2002) menyatakan bahwa salah satu nilai yang dapat dilihat dari adanya hubungan panjang dan berat ikan adalah bentuk atau tipe pertumbuhannya. Apabila b=3 maka dinamakan isometrik yang menunjukkan ikan tidak berubah bentuknya dan pertambahan panjang ikan seimbang dengan pertambahan beratnya. Apabila b< 3 maka dinamakan allometrik negatif yang menunjukkan pertambahan panjangnya lebih cepat dibanding pertambahan beratnya, sedangkan apabila b >3 maka dinamakan allometrik positif yang menunjukkan pertambahan beratnya lebih cepat dibanding pertambahan panjangnya.

Faktor Kondisi
Faktor kondisi adalah keadaan atau kemontokan ikan yang dinyatakan dengan angka-angka berdasarkan data panjang dan berat. Faktor kondisi menunjukkan keadaan baik dari ikan dilihat dari segi kapasitas fisik untuk survival dan reproduksi. Nilai faktor kondisi dipengaruhi oleh tingkat kematangan gonad dan jenis kelamin. Nilai faktor kondisi ikan betina lebih besar dibandingkan ikan jantan, hal ini menunjukkan bahwa ikan betina memiliki kondisi lebih baik dengan mengisi cell sex untuk proses reproduksinya dibanding ikan jantan (Effendie 2002.

Reproduksi
Reproduksi merupakan kemampuan individu untuk menghasilkan keturunan sebagai upaya untuk melestarikan jenisnya atau kelompoknya Fujaya (2004) in Ambarwati (2008). Reproduksi merupakan mata rantai dalam siklus hidup yang berhubungan dengan mata rantai lain untuk menjamin keberlanjutan spesies. Ikan memiliki variasi strategi reproduksi agar keturunannya mampu bertahan hidup. Fujaya (2004) in Ambarwati (2008) mengatakan bahwa berdasarkan strategi produksi yang dimiliki oleh ikan maka dikenal tipe reproduksi seksual yaitu fertilisasi internal dan fertilisasi eksternal.
Proses reproduksi pada ikan dapat dibagi dalam tiga periode, yaitu pre-spawning, spawning, dan periode post-spawning. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses reproduksi tersebut adalah makanan yang cukup dan kondisi perairan yang baik. Aspek-aspek reproduksi berupa faktor kondisi, nisbah kelamin, tingkat kematangan gonad, indeks kematangan gonad, fekunditas, dan diameter telur penting diketahui untuk kepentingan pengelolaan perikanan dan kelestarian spesies (Triana 2011).

Proporsi Kelamin
Proporsi atau rasio kelamin merupakan perbandingan jumlah ikan jantan dengan jumlah ikan betina dalam suatu populasi dimana perbandingan 1:1 yaitu 50% jantan dan 50% betina merupakan kondisi ideal untuk mempertahankan spesies Ball dan Rao (1984) in Ambarwati (2008). Namun pada kenyataanya di alam perbandingan rasio kelamin tidaklah mutlak, hal ini dipengaruhi oleh pola distribusi yang disebabkan oleh ketersediaan makanan, kepadatan populasi, dan keseimbangan rantai makanan Effendie (1997) in Ambarwati (2008). Menurut Ball dan Rao (1984) in Ambarwati (2008), penyimpangan dari kondisi ideal tersebut disebabkan oleh faktor tingkah laku ikan itu sendiri, perbedaan laju mortalitas dan pertumbuhannya. Keseimbangan rasio kelamin dapat berubah menjelang pemijahan. Pada waktu melakukan ruaya pemijahan, populasi ikan didominasi oleh ikan jantan, kemudian menjelang pemijahan populasi ikan jantan dan betina dalam kondisi yang seimbang, lalu didominasi oleh ikan betina.

Tingkat Kematangan Gonad
Tahapan tingkat kematangan gonad (TKG) adalah proses yang penting dalam pemijahan karena dapat diketahui kapan ikan memijah, baru memijah atau sudah memijah. Pencatatan tahap-tahap kematangan gonad diperlukan untuk mengetahui perbandingan ikan-ikan yang akan melakukan reproduksi dengan yang tidak (Sulistiono et al. 2007). Nilai untuk menentukan panjang pertama kali matang gonad menggunakan panjang ikan sampel yang mempunyai TKG IV. Hal itu dikarenakan Rastrelliger kanagurta yang mempunyai TKG IV adalah ikan yang dalam kondisi siap memijah (terdapat ova yang sudah matang atau translucent). King (1995) in Oktaviani (2014), menyatakan bahwa ikan yang matang gonad merupakan ikan yang memeliki gonad pada tingkat kematangan lanjut yang sesuai dengan perbedaan antara TKG III dan TKG IV.
Tingkat kematangan gonad dapat dipergunakan sebagai penduga status reproduksi ikan, ukuran dan umur pada saat pertama kali matang gonad, proporsi jumlah stok yang secara produktif matang dengan pemahaman tentang siklus reproduksi bagi suatu populasi atau spesies (Sulistiono et al. 2001). Ukuran setiap ikan pertama kali matang gonad berbeda, bahkan spesies yang sama namun berbeda pada ukuran yang berbeda pula. Ukuran pertama kali matang gonad memiliki hubungan dengan pertumbuhan dan pengaruh lingkungan terhadap pertumbuhan serta strategi reproduksinya Sulistiono et al. (2009) in Yusra (2013). Beberapa faktor yang mempengaruhi saat ikan pertama kali matang gonad antara lain adalah perbedaan spesies, umur dan ukuran, serta sifat-sifat fisiologi individu yang berbeda jenis kelamin dan juga tempat berpijah yang sesuai Lagler et al. (1997) in Yusra (2013). Tidak seimbangnya komposisi ikan betina dan ikan jantan yang matang gonad yang teramati dapat terjadi sebagai akibat perbedaan tingkah laku pergerakan ikan ataupun merupakan salah satu strategi reproduksi yaitu bahwa satu individu ikan jantan akan membuahi beberapa individu betina (Yusra 2013).

Indeks Kematangan Gonad

Perkembangan gonad dapat diketahui dengan menghitung indeks kematangan gonad (IKG), yaitu perbandingan antara bobot gonad dan bobot tubuh ikan uji (Solang dan Lamondo 2009). Indeks kematangan gonad akan semakin meningkat nilainya dan mencapai batas maksimum pada saat akan terjadi pemijahan, kemudian menurun dengan cepat sampai selesai pemijahan. Umumnya, pertambahan bobot gonad pada ikan betina lebih besar dari ikan jantan yaitu sebesar 10 – 25% dari bobot tubuhnya, sedangkan pada ikan jantan sebesar 10-15%. Perubahan nilai indeks kematangan gonad berhubungan erat dengan tahap perkembangan telur. Ukuran ikan ketika memijah dapat diketahui dengan memantau perubahan indeks kematangan gonad dari waktu ke waktu Effendie (1979) in Triana (2011).

Fekunditas
Fekunditas adalah jumlah telur yang matang sebelum dikeluarkan pada waktu ikan memijah. Fekunditas adalah ukuran yang paling umum digunakan untuk mengukur peluang produksi pada ikan karena relatif mudah dihitung. Fekunditas lebih sering dihubungkan dengan panjang daripada dengan bobot, karena panjang penyusutannya relatif kecil tidak seperti bobot yang dapat berkurang dengan mudah Effendie (1979) in Triana (2011).
Hubungan fekunditas dengan variabel panjang total dan bobot tubuh ikan menunjukkan korelasi yang rendah. Rendahnya korelasi ini diduga disebabkan karena ikan memiliki ukuran panjang yang hampir sama bahkan sebagian besar memiliki ukuran yang sama dengan fekunditas yang bervariasi atau memiliki batas kisar fekunditas yang ekstrim. Menurut Effendie (2002), variasi jumlah telur ikan dapat disebabkan karena adanya variasi kelompok ukuran ikan. Hubungan linier antara fekunditas dengan bobot tubuh serta bobot gonad mengindikasikan bahwa jumlah telur di dalam ovarium mengikut secara proporsional terhadap kedua variabel tersebut. Jumlah telur yang dihasilkan oleh ikan akan meningkat sejalan dengan semakin besarnya gonad dan pada umumnya fekunditas meningkat dengan meningkatnya ukuran ikan betina. Semakin banyak makanan maka pertumbuhan ikan semakin cepat dan fekunditasnya semakin besar (Hariyanti 2013). Selanjutnya, Andy Omar (2004) in Hariyanti (2013) menyatakan bahwa fekunditas pada setiap individu betina tergantung pada umur, ukuran, spesies, dan kondisi lingkungan, seperti ketersediaan pakan (suplai makanan) serta dapat juga dipengaruhi oleh diameter telur (Hariyanti 2013).

Diameter Telur
Diameter telur adalah garis tengah atau ukuran panjang sebuah telur yang diukur dengan mikrometer berskala yang sudah ditera, mikrometer tersebut biasanya ada diletakkan di lensa mikroskop. Ukuran diameter telur akan semakin besar pada tingkat kematangan gonad lebih tinggi terutama saat mendekati waktu pemijahan. Telur yang berukuran besar akan menghasilkan larva yang berukuran lebih besar dari pada telur yang berukuran kecil, hal ini berkaitan dengan nutrisi. Untuk menilai perkembangan gonad ikan betina selain dilihat dari hubungan antara indeks kematangan gonad dengan tingkat kematangan gonad, dapat pula dihubungkan dengan perkembangan diameter telur yang dikandungnya. Perkembangan diameter telur semakin meningkat dengan meningkatnya tingkat kematangan gonad, karena semakin mendekati waktu pemijahan Effendie (1979) in Triana (2011).

Kebiasaan Makanan
Kebiasaan makanan adalah jenis, kuantitas, dan kualitas makanan yang dimakan oleh ikan Effendie (1997) in Robiyanto (2006) di dalam perairan terutama dalam bentuk pemangsaan (Effendie 2002). Kebiasaan makanan ikan dapat dibedakan atas empat kategori berdasarkan hubungan antara ikan dengan makanannya yaitu makanan utama adalah makanan yang paling banyak ditemukan dalam saluran pencernaan, makanan pelengkap adalah makanan yang sering ditemukan dalam saluran pencernaan dengan jumlah yang sedikit, dan makanan tambahan adalah makanan yang jarang ditemukan dalam saluran pencernaan dan jumlahnya sangat sedikit, selain itu terdapat makanan pengganti adalah makanan yang hanya dikonsumsi jika makanan utama tidak tersedia Nikolsky (1963) in Robiyanto (2006).
Makanan merupakan faktor yang sangat penting dalam pertumbuhan ikan. Mutu makanan dan jumlah yang cukup serta kondisi perairan yang sesuai dapat merangsang pertumbuhan yang optimal. Makanan yang dimanfaatkan oleh ikan pertama kali digunakan untuk memelihara tubuh dan menggantikan alat – alat tubuh yang rusak, sedangkan kelebihannyta untuk pertumbuhan dari tubuh ikan tersebut Asamawi (1983) in Oktaviani (2006). Menurut Effendie (2002) in Oktaviani (2006), ikan dikelompokkan berdasarkan makannanya, yaitu pemakan plankton, pemakan tanaman, pemakan dasar, pemakan detritus, ikan buas, dan ikan pemakan campuran. Berdasarkan kepada jumlah variasi dari macam – macam makanan tersebut, ikan dapat dibagi menjadi eurypagic yaitu ikan pemakan banyak jenis makanan, stenopagic yaitu ikan pemakan sedikit jenis makanan, dan monopagic yaitu ikan pemakan satu jenis makanan (Oktaviani 2006).
Ketersediaan organisme makanan yang melimpah di dalam suatu perairan tidak selalu menunjukkan bagian penting dalam susunan makanan ikan. Hal ini seseuai dengan Padini (1998) in Robiyanto (2006). Kebiasaan makanan ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain habitat hidupnya, kesukaan terhadap jenis makanan tertentu, musim, ukuran, dan umur ikan. Struktur alat pencernaan juga berperan dalam adaptasi makanan , seperti halnya mulut, gigi, taspis insang, lambung, dan usus Lagler (1961) in Mahyashopa (2007). Kebiasaan makanan beberapa spesies ikan dapat berubah sejalan dengan musim, perubahan stadia hidup, dan ketersediaan jenis makanan Lagler (1972) in Mahyashopa (2007).
Makanan yang diambil oleh ikan, dimanfaatkan dalam siklus metabolisme tubuh akan berpengaruh terhadap per-tumbuhan, reproduksi, dan tingkat keber-hasilan hidup untuk tiap-tiap individu ikan di perairan tersebut. Ketersediaan makanan di suatu perairan sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik kimia lingkungan seperti suhu, cahaya, ruang dan luas permukaan, alkalinitas, unsur hara, ph, dan lain-lain Effendie (1997) in Sulistiono (2010). Kebiasaan makanan ikan dapat memberikan informasi terkait hubungan ekologis diantara individu di perairan tersebut. Misalnya bentuk – bentuk pemangsaan, persaingan, dan rantai makanan Effendie (1979) in Mahyashopa (2007).


METODE
Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada Sabtu, 20 Februari 2016. Lokasi praktikum ini adalah Laboratorium Biologi Perikanan, Departemen Manajemen Sumber daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah masker, sarung tangan karet, alat bedah, penggaris, baki, botol film, kain lap atau tissue, kantong plastik atau trashbag, jarum pentul, kertas label, spidol permanen, kamera, timbangan digital, ikan kembung lelaki (Rastraliger kanagurta) dan formalin 5% yang digunakan untuk mengawetkan organ dalam ikan yang diambil, seperti usus dan gonad.

Prosedur Kerja

Pengukuran panjang ikan
Pengukuran panjang dilakukan menggunakan penggaris dengan ketelitian 1 mm dan pengukuran bobot dengan menimbang ikan menggunakan timbangan digital yang memiliki ketelitian 0,0001 gram. Pengukuran mulai dari panjang total, panjang baku, dan panjang cagaknya.

Pembedahan ikan
Selanjutnya, untuk menentukan jenis kelamin dan tingkat kematangan gonad maka ikan yang sudah diukur panjang dan bobot selanjutnya dibedah dengan menggunakan alat bedah. Pembedahan ikan dimulai dari bagian anal dengan menggunakan gunting bengkok. Tujuan penggunaan gunting runcing agar memudahkan masuk ke dalam badan ikan dan tidak merusak organ dalam ikan. Ganti gunting runcing menjadi gunting tumpul dan melanjutkan pembedahan hingga belakang operculum. Pisahkan tubuh ikan dengan organ dalamnya terutama usus dan gonad ikan. Tingkat kematangan gonad ikan kembung lelaki dapat dibagi menjadi lima tahap. Penentuan tingkat kematangan gonad menggunakan klasifikasi kematangan gonad yang telah ditentukan. Tingkat kematangan gonad ditentukan secara morfologi berdasarkan bentuk, warna, ukuran, bobot gonad, serta perkembangan isi gonad.

Pengawetan gonad dan usus
Pengawetan gonad hanya TKG III dan TKG IV. Untuk mengawetkan gonad maka gonad yang sudah ditimbang bobotnya selanjutnya dimasukkan ke dalam botol film untuk dengan formalin 5%. Untuk pengawetan usus ikan yang sudah diburai juga dimasukkan ke dalam botol film untuk dengan formalin 5%.

Pengamatan Gonad
Pengamatan gonad meliputi pengukuran bobot gonad, jumlah telur dan diameter telur. Setelah gonad ditimbang dan diketahui bobotnya, kemudian gonad dibagi menjadi tiga bagian utama yaitu anterior, tengah, dan posterior. Gonad dipisahkan ketiganya dengan menempatkan pada tiga cawan petri yang berbeda, Masing-masing dari ketiga bagian gonad tersebut selanjutnya diencerkan dengan 10 ml air pada masing – masing cawan petri dan diaduk agar butiran telur terpisah. Butiran telur yang sudah terpisahkan. Pindahkan 1 ml telur menggunakan pipet tetes ke dalam cawan petri untuk dihitung jumlah butir telur. Untu pengamatan diameter telur ikan menggunakan mikroskop yang sudah dilengkapi dengan mikrometer okuler perbesaran 4 x 10.

Kebiasaan Makanan
Hal pertama yang harus dilakukan adalah siapkan usus ikan yang sudah diawetkan dengan menggunakan formalin 5%. Timbang usus ikan menggunakan timbangan ohauus dengan ketelitian 0,0001 gram. Catat hasil penimbangan. Usus yang telah ditimbang, dikeluarkan isinya dengan cara dikerik menggunakan alat bedah hingga bagian dalam usus keluar semua. Hasil kerikan usus ikan herbivora diencerkan dengan air 10 ml atau aquades. Pada ikan karnivora, apabila sisa makanannya masih utuh, sisa makanan tersebut dapat diidentifikasi langsung, sehingga dapat disimpulkan makanan tersebut tercerna atau teridentifikasi. Tapi, untuk mengidentifikasi hasil kerikan usus ikan herbivora dapat diambil satu tetes hasil kerikan usus yang telah diencerkan. Kemudian amati menggunakan mikroskop. Pengamatan dilakukan sebanyak 3x ulangan. Organisme amatan yang terlihat dapat diidentifikasi menggunakan buku indentifikasi organisme yang sudah ada, dan catat jumlah dari organisme tersebut.

Analisis Data

Pertumbuhan
Analisis data yang dilakukan pada praktikum pertumbuhan meliputi sebaran distribusi frekuensi, hubungan panjang dan berat ikan, dan faktor kondisi.

Distribusi frekuensi panjang
Pengolahan data mengenai distribusi frekuensi dilakukan dengan cara dicari terlebih dahulu jumlah kelas, lebar kelas, nilai maksimum, dan nilai minimum menggunakan rumus tertentu. Lalu disajikan Tabel berisi selang kelas atas, selang kelas bawah, selang kelas, batas kelas atas, batas kelas bawah, batas kelas, median setiap selang kelas (xi), frekuensi setiap selang kelas. Distribusi frekuensi yang sudah terolah dan didapatkan hasilnya, kemudian disajikan juga dalam bentuk grafik (diagram batang) dengan beberapa parameter yang ada di tabel yaitu, sumbu x merupakan selang kelas dan sumbu y frekuensi setiap selang kelas.

Hubungan panjang dan berat
Analisis hubungan panjang berat menggunakan uji regresi, dengan rumus sebagai berikut (Effendie 2002):

W=aL^b

Keterangan:
W = Berat tubuh ikan (gram)
L = Panjang ikan
a dan b = Konstanta
Uji t dilakukan terhadap nilai b untuk mengetahui apakah b=3 (isometrik) atau b≠3 (allometrik). Apabila b=3 disebut isometrik yang menunjukkan ikan tidak berubah bentuknya dan pertambhan panjang ikan seimbang dengan pertambahan bobotnya. Apabila b<3 disebut alometrik negeatif yang artinya pertambahan panjangnya lebih cepat dibanding pertambahan bobotnya. Jika b>3 disebut alometrik positif yang menunjukkan bahwa pertambahan bobotnya lebih cepat dibanding dengan pertambahan panjangnya.

Faktor kondisi

Faktor kondisi dihitung dengan menggunakan persamaan Ponderal Index, untuk pertumbuhan isometrik (b=3) faktor kondisi (KTL) dengan menggunakan rumus (Effendie 2002):

K= (10^5 W)/L^3

Sedangkan jika pertumbuhan tersebut bersifat allometrik (b≠3), maka faktor kondisi dapat dihitung dengan rumusnya (Effendie 2002):

K= W/(aL^b )

Keterangan :
K = faktor kondisi
W = bobot ikan (gram)
L = panjang total ikan (mm)
a dan b = konstanta

Reproduksi
Analisis data yang dilakukan pada praktikum pertumbuhan meliputi proporsi jantan dan betina, tingkat kematangan gonad, indeks kematangan gonad, fekunditas dan diameter telur.

Rasio Kelamin
Proporsi atau rasio kelamin dihitung dengan cara membandingkan jumlah ikan jantan dan ikan betina :

P = (A/B) x 100%

Keterangan :
P = Proporsi kelamin
A = Jumlah ikan jantan/betina (ekor)
B = Jumlah ikan total (ekor)

Penentuan seimbang atau tidaknya rasio kelamin jantan dan betina dilakukan dengan uji Chi-Square Steel dan Torie (1980) in Ambarwati (2008).

H0 : J = B
H0 : J ≠ B

Dengan menggunakan rumus :

X^2 hitung = ∑_i〖( o_i - e_i)〗^2/e_i

Keterangan :
X^2 hitung = Chi-Square hitung
o_i = frekuensi ke-i
e_i = frekuensi harapan ke-i

Nilai X2 tabel diperoleh dari tabel nilai kritik sebaran khi-kuadrat. Untuk penarikan keputusan dengan membandingkan X2 hitung dengan X2 tabel pada selang kepercayaan 95%. Keputusan dapat diperoleh jika :

X2 hitung > X2 tabel  menolak hipotesa nol
X2 hitung < X2 tabel  menerima hipotesa nol (Walpole 1995). Tingkat kematangan gonad (TKG)
Tingkat Kematangan Gonad merupakan tahap tertentu perkembangan gonad sebelum dan sesudah ikan memijah. Pemahaman mengenai kematangan gonad diperlukan untuk menentukan atau mengetahui perbandingan antara ikan yang matang gonadnya dengan ikan yang belum matang gonadnya dari stok yang ada di perairan, selain itu dapat diketahui ukuran dan umur ikan pertama kali matang gonad, mengetahui waktu pemijahan, lama pemijahan, dan frekuensi pemijahan dalam satu tahun Effendie (1997) in Ambarwati (2008).

Tabel 1 Tingkat kematangan gonad berdasarkan klasifikasi Cassie Effendie (1997) in Habibun (2011)

Indeks kematangan gonad (IKG)

Indeks kematangan gonad (IKG) dianalisa berdasarkan berat gonad dan berat tubuh ikan contoh dengan menggunakan rumus sebagai berikut Effendie (1997) in Larasati (2011) :

IKG = (Bg/Bt) x 100
Keterangan :
IKG = Indeks kematangan gonad (%)
Bg = Berat gonad (gram)
Bt = Berat tubuh (gram)

Fekunditas
Perhitungan fekunditas dilakukan dengan metode gabungan gravimetrik dan volumetrik Effendie (1997) in Larasati (2011) :

F = (G x V x X)/Q
Keterangan :
F = Fekunditas (butir)
G = Berat gonad total (gram)
V = Isi pengenceran (cc)
X = Rataan telur contoh
a dan b = Konstanta

Diameter telur
Pola pemijahan dihitung berdasarkan data sebaran diameter telur dan untuk lebih jelasnya dibuat grafik hubungan antara sebaran diameter telur dan frekuensinya. Sebaran frekuensi telur tersebut akan menentukan tipe pemijahan ikan, apakah ikan termasuk total spawner atau partial spawner.

Kebiasaan Makanan

Indeks bagian terbesar (Index preponderance)
Indeks bagian terbesar makanan dihitung dengan menggunakan rumus perhitungan menurut Sulistiono (2010), yaitu :

IP(%)=(V_i x O_i)/(∑_(i=1)^n▒〖(V_(i ) x O_i)〗) x 100
Keterangan:
IP(%) = indeks bagian terbesar (indeks of preponderance)
Vi = persentase volume makanan ikan jenis ke-i
Oi = persentase frekuensi kejadian makanan jenis ke-i
N = jumlah organisme makanan Luas relung makanan dihitung

Luas relung makanan
Menurut Colwell dan Futuyma (1971) in Sulistiono (2010), luas relung makanan dapat dinyatakan dengan menggunakan rumus :

Bi= 1/(∑▒Pij^2 )

Keterangan:
Bi = luas relung jenis ikan ke-i
Pij = proporsi jenis ikan ke-i yang dengan jenis makanan ke-j

Standarisasi nilai luas relung makanan bernilai antara 0-1, menggunakan rumus perhitungan yang dikemukakan Hulbert (1978) in (Sulistiono 2010) :

B_A= (B_i-1)/(n-1)
Keterangan:
Ba = standarisasi luas relung levins (kisaran 0- 1)
Bi = luas relung levins
n = jumlah seluruh organisme makanan yang dimanfaatkan

Tumpang Tindih
Indeks similaritas makanan dihitung dengan rumus penyederhanaan rumus Indeks Morisita oleh Horn (1966) in Sulistiono (2010). Indeks similaritas makanan ini juga dapat digunakan untuk menduga tumpang tindih relung makanan (Krebs (1989) in Sulistiono (2010) yaitu :

CH = (2∑▒〖P_(ij ) x〖 P〗_ik 〗)/(∑▒P_ij ^2+ ∑▒P_ik ^2 )
Keterangan:
CH = indeks morisita yang disederhana-kan
Pij, Pik = proporsi jenis organisme makanan ke-i yang digunakan oleh 2 kelompok ukuran ikan ke-j dan kelompok ukuran ikan ke-k
n = jumlah organisme makanan

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil

Distribusi frekuensi panjang
Distribusi frekuensi panjang ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) yang diamati memiliki panjang tubuh yang bervariasi. Berikut distribusi frekuensi panjang ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) yang disajikan dalam grafik di bawah ini :

Gambar 3 Distribusi Panjang Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta)

Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa distribusi panjang pada ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) yang diamati memiliki panjang tubuh yang bervariasi. Ukuran panjang minimum ikan kembung lelaki yang diamati yaitu 110 mm sedangkan panjang maksimumnya 224 mm. Distribusi panjang pada ikan jantan lebih bervariasi dibandingkan distribusi panjang pada ikan betina. Distribusi terbesar terdapat pada dua selang kelas, yaitu pada 123-148 dan distribusi terkecil pada selang kelas 175-187. Sama halnya seperti distribusi panjang pada ikan betina yang terkecil pada selang kelas 175-187. Distribusi panjang pada ikan betina yang terbesar pada selang kelas 136-148.

Hubungan panjang dan bobot

Hubungan panjang-bobot bertujuan untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan dengan menggunakan parameter panjang dan bobot ikan jantan dan betina. Perhitungan hubungan panjang-bobot antara ikan kembung jantan dan betina dipisahkan agar dapat terlihat perbedaan antara pola pertumbuhan ikan betina dengan jantan. Berikut hubungan panjang-bobot ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) jantan yang disajikan dalam grafik di bawah ini :

Gambar 4. Hubungan panjang bobot pada ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) jantan

Gambar 4 menujukkan hubungan panjang bobot ikan kembung lelaki jantan dengan persamaan W = 0.0005L2.2608 dan nilai determinasi (R2) sebesar 78,96%. Berdasarkan Uji T didapatkan nilai t-hitung sebesar 7.6534 dan nilai t-tabel yaitu 2.2647. Nilai t-hitung yang diperoleh lebih besar dari t-tabel sehingga dapat disimpulkan bahwa hubungan panjang dan bobot ikan kembung lelaki jantan mengikuti pola allomterik. Nilai b diketahui 2.2608 sehingga dapat dikatakan bahwa pola pertumbuhan ikan kembung lelaki jantan termasuk dalam pola allometrik negatif. Panjang total dapat menggambarkan pertambahan bobot ikan kembung lelaki jantan sebesar 78,96%. Berikut hubungan panjang-bobot ikan kembung jantan (Rastrelliger kanagurta) betina yang disajikan dalam grafik di bawah ini :

Gambar 5. Hubungan panjang dan bobot pada ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta ) betina

Gambar 5 menunjukkan hubungan panjang bobot ikan kembung lelaki betina dengan persamaan W = 0.000094L2.6251 dan nilai determinasi (R2) sebesar 88.9%. Berdasarkan Uji T didapatkan nilai t-hitung sebesar 3.0511 dan nilai t-tabel yaitu 2.3021 yang menunjukkan hubungan panjang dan bobot ikan kembung lelaki jantan mengikuti pola allomterik. Nilai b diketahui 2.6251 sehingga dapat dikatakan bahwa pola pertumbuhan ikan kembung lelaki jantan termasuk dalam pola allometrik negatif. Panjang total dapat menggambarkan pertambahan bobot ikan kembung lelaki betina sebesar 88.9%.

Faktor kondisi
Faktor kondisi adalah suatu angka yang menunjukkan kegemukan ikan. Berikut faktor kondisi ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) jantan yang disajikan dalam grafik di bawah ini :

Gambar 6. faktor kondisi ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) jantan

Berdasarkan grafik di atas didapatkan nilai faktor kondisi tertinggi ikan kembung lelaki jantan (1.1931) terdapat pada ikan dengan kisaran panjang total 175-187 mm. Faktor kondisi terendah ikan kembung lelaki jantan (0,9755) terdapat pada ikan dengan kisaran panjang total 188-200 mm. Berikut faktor kondisi ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) betina yang disajikan dalam grafik di bawah ini :

Gambar 7. Faktor kondisi ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) betina

Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa nilai faktor kondisi tertinggi ikan kembung lelaki betina (1.4388) terdapat pada ikan dengan kisaran panjang total 175-187. Faktor kondisi terendah ikan kembung lelaki betina (0.8346) terdapat pada ikan dengan kisaran panjang total 214-226 mm.

Rasio Kelamin
Proporsi atau rasio kelamin dihitung dengan cara membandingkan jumlah ikan jantan dan ikan betina. Berikut proporsi atau rasio kelamin ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) yang disajikan dalam tabel di bawah ini :

Tabel 2 Proporsi kelamin betina dan jantan

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa proporsi kelamin betina yaitu 0,2850 sedangkan proporsi jantan yaitu 0,7150. Setelah dilakukan uji Chi-square, didapatkan nilai Xhit sebesar 30.2038 dan Xtab sebesar 3,1824. Artinya Xhit>Xtab yang berarti tolak H0 dan dapat disimpulkan bahwa proporsi jenis kelamin ikan kembung jantan dan betina tidak seimbang. Dari data dapat terlihat bahwa proporsi ikan betina jauh lebih banyak dibandingkan ikan kembung jantan.

Tingkat Kematangan Gonad (TKG)
Perkembangan gonad menuju matang merupakan bagian dari reproduksi ikan sebelum terjadi pemijahan. Pencatatan perubahan atau tahap-tahap kematangan gonad diperlukan untuk mengetahui perbandingan ikan-ikan yang akan melakukan reproduksi atau tidak. Berdasarkan pengetahuan tahap perkembangan gonad akan didapatkan keterangan bilamana ikan itu memijah, baru memijah, atau telah selesai memijah (Effendie 1997). Berikut adalah grafik presentase tingkat kematangan gonad ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) betina TKG 1-4.

Gambar 1 Presentase Tingkat kematangan gonad (%) kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) betina pada setiap selang kelas panjang di Perairan Selat Sunda

Berdasarkan gambar 8 presentase tingkat kematangan gonad kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) betina dapat diketahui bahwa terdapat 9 kelas ukuran panjang, diperoleh informasi bahwa ikan betina yang mulai memasuki TKG IV (matang gonad) ada pada selang kelas ukuran panjang 136-148, 162-174, dan 175-187. Hal ini menunjukkan bahwa pada ukuran kelas 175-187 mm ikan betina paling banyak mencapai matang gonad. Berikut adalah grafik presentase tingkat kematangan gonad ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) jantan TKG 1-4.

Gambar 2 Presentase Tingkat kematangan gonad (%)kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) jantan
Berdasarkan gambar 9 presentase tingkat kematangan gonad kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) jantan dapat diketahui bahwa terdapat 9 kelas ukuran panjang, diperoleh informasi bahwa ikan jantan yang mulai memasuki TKG IV (matang gonad) ada pada selang kelas ukuran panjang 110-122 mm, 123-135 mm, 149-161 mm, 175-187 mm, dan 188-200 mm. Hal ini menunjukkan bahwa pada ukuran kelas 175-187 mm ikan jantan paling banyak mencapai matang gonad.

Indeks Kematngan Gonad

Indeks kematagan gonad merupakan nilai dalam persen sebagai hasil perbandingan antara berat gonad dan berat tubuh , sehingga IKG akan meningkat seiring dengan peningkatan berat gonad ikan. Berikut ini merupakan indeks kematangan gonad ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) betina di perairan selat sunda

Gambar 3 Indeks kematangan gonad kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) betina

Berdasarkan gambar 10 dapat dilihat bahwa ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) betina memiliki IKG rata-rata terendah pada TKG 1 sebesar 0.0600 dan IKG rata-rata tertinggi pada TKG 4 sebesar 5.4340. Berikut ini merupakan indeks kematangan gonad ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) jantan di perairan selat sunda.

Gambar 4 Indeks kematangan gonad ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) jantan
Berdasarkan gambar 11 dapat dilihat bahwa ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) jantan memiliki IKG rata-rata terendah pada TKG 1 sebesar 0.0692 dan IKG rata-rata tertinggi pada TKG 4 sebesar 1.0591.

Fekunditas
Potensi reproduksi dapat diduga melalui jumlah telur yang masak sebelum dikeluarkan pada waktu ikan memijah atau merupakan fekunditas. Fekunditas dihitung pada ikan betina dengan TKG IV. Berikut ini diagram hubungan fekunditas dengan panjang ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta).

Gambar 5 Diagram hubungan fekunditas dengan panjang tubuh ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta)

Gambar 6 Diagram hubungan fekunditas dengan bobot tubuh ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta)

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap hubungan antara fekunditas dengan panjang total ikan kembung lelaki didapatkan persamaan F = 1500 x 4L0.5017 dan diperoleh koefisien determinasi (R2) sebesar 0.302. Artinya panjang total ikan menggambarkan fekunditas hanya sebesar 3.02% sehingga antara panjang total ikan dengan fekunditas memiliki hubungan yang tidak erat.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap hubungan antara fekunditas dengan berat total ikan kembung Lelaki (Gambar 13) didapatkan persamaan F = 3272.8 x W0.4166 dan diperoleh koefisien determinasi (R2) sebesar 0,1073. Artinya bobot ikan menggambarkan fekunditas hanya sebesar 10.73% sehingga antara bobot ikan dengan fekunditas memiliki hubungan yang kurang erat.

Diameter Telur
Berikut merupakan diagram batang diameter telur ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta)

Gambar 7 Diagram sebaran diameter telur ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta)

Gambar 14 menunjukkan sebaran diameter telur ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta). Berdasarkan gambar grafik diatas dapat diketahui bahwa sebaran diameter telur ikan yang diamti ada 12 selang kelas. Dari keseluruhan diameter telur ikan yang dihitung, telur ikan terendah terdapat pada selang kelas 1.864-2.012, yaitu sebanyak 5 butir dan diameter telur tertinggi terdapat pada selang kelas 0.8210-0.9690. Semakin besar TKG maka semakin besar pula uuran diameter telurnya. Pada grafik tersebut juga dapat disimpulkan bahwa ikan kerapu yang diamati memiliki pola pemijahan total spawner.

Pembahasan
Pada pengamatan distribusi frekuensi panjang ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanargurta) yang diamati memiliki panjang tubuh yang bervariasi. Ukuran panjang terbesar ikan kembung lelaki yang diamati yaitu 224 mm sedangkan panjang terkecilnya 110 mm. Terdapat persamaan dan perbedaan dengan pengamatan sebelumnya yang dilakukan oleh Fandri (2012) yang tertangkap di Selat Sunda yang didaratkan di PPI Labuan yaitu panjang terbesar 224 mm sedangkan panjang terkecil yaitu 105 mm. Sedangkan berbeda lagi halnya dengan observasi di Teluk Jakarta yang dilakukan Rifqie (2007) hasil yang didapat bahwa kisaran ukuran panjang ikan kembung lelaki adalah 82-252 mm. Artinya ikan contoh yang tertangkap di Perairan Teluk Jakarta merupakan ikan muda hingga ikan yang tua, namun berbeda dengan ikan contoh yang tertangkap di Selat Sunda hanya ikan yang sudah dewasa atau tua saja. Hal tersebut menunjukan bahwa contoh yang diambil dari Perairan Teluk Jakarta diharapkan lebih mewakili keadaan populasi jika dibandingkan dengan contoh ikan yang diambil dari Selat Sunda.
Berdasarkan analisis hubungan panjang bobot ikan kembung lelaki di Selat Sunda diperoleh nilai dugaan b atau koefisien regresi (p = 0,05) berkisar 2.2608-2.6251. Menurut Rifqie (2007) ikan kembung di Perairan Teluk Jakarta memiliki nilai b sama dengan 2.3221 yang menunjukan bahwa ikan-ikan kembung lelaki di perairan Selat Sunda tersebut lebih gemuk dibanding dengan ikan kembung lelaki di Teluk Jakarta. Menurut Mosse dan Hutubessy (1996) ikan kembung di Perairan Pulau Ambon dan sekitarnya memiliki nilai b sama dengan 3,26 yang menunjukan bahwa ikan-ikan kembung lelaki di perairan tersebut lebih gemuk dibanding dengan ikan kembung lelaki di Selat Sunda. Hal serupa juga ditunjukan oleh Fandri (2012) di Selat Sunda 2.984-3.141. Perbedaan kondisi ikan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu faktor perbedaan kondisi lingkungan dan ketersediaan makanan (Effendie 2002). Pada pengamatan hubungan panjang bobot, baik pada pengamatan ikan betina maupun ikan jantan pada ikan kembung lelaki memiliki korelasi yang erat. Hal ini berdasarkan nilai koefisien korelasi (R2) yang mendekati satu. Hasil nilai b ikan kembung lelaki yang diperoleh pada pengamatan ikan jantan dan betina adalah kurang dari 3 berarti berarti pola pertumbuhan ikan kembung lelaki adalah allometrik negatif.
Faktor kondisi ikan kembung lelaki jantan dan betina berkisar antara 0.9755-1.1931 dan 0.8346-1.4388. Berdasarkan nilai faktor kondisi diketahui bahwa ikan kembung lelaki mempunyai bentuk tubuh ikan kurang pipih. Hal tersebut dipengaruhi oleh makanan utama ikan kembung lelaki yaitu diatom (Rifqie 2007) dan tingkat kematangan gonad. Faktor kondisi rata – rata ikan kembung lelaki betina lebih besar dibandingkan faktor kondisi rata – rata ikan kembung lelaki jantan. Hal ini diduga karena adanya variasi dari kisaran bobot dan kisaran panjang total ikan kembung lelaki itu sendiri karena perbedaan pola pertumbuhan (ukuran panjang bobot ikan), umur, jenis kelamin, persaingan makanan yaitu jumlah ikan-ikan lain yang memanfaatkan makanan yang sama dan ketersediaan makanan di perairan (Biring 2011). Peningkatan nilai faktor kondisi relatif terdapat pada waktu gonad ikan terisi dengan sel kelamin dan mencapai puncaknya sebelum terjadi pemijahan Effendie (1997) in Biring (1997).
Nilai rasio ini diperoleh dari rasio antara jumlah ikan kembung masing-masing berjumlah 148 ekor jantan (71.5%) dan 59 ekor betina (28.5%). Rasio kelamin dari data yang didaptakan antara ikan kembung betina dan ikan kembung jantan adalah 3:7 dimana jumlah ikan jantan lebih banyak dibandingkan jumlah ikan betina. Nilai tersebut menunjukkan bahwa rasio kelamin pada ikan kembung tersebut tidak mengikuti pola 1 : 1 atau rasio kelamin tidak seimbang. Menurut pernyataan Effendie (1979) in Syahriani et al (2015) bahwa kondisi populasi ikan dalam suatu perairan dengan melihat perbandingan antara jumlah jantan dan jumlah betina dalam suatu populasi, dimana rasio 1 : 1. Hasil penelitian ini berbeda dengan yang dilaporkan oleh Syahriani et al (2015) bahwa nisbah kelamin ikan kembung lelaki di perairan Selat Malaka, termasuk kondisi ideal dimana rasio 1 : 1. Pengaruh ketidakseimbangan tersebut diduga karena tingginya intensitas penangkapan dari tahun ke tahun. Tidak seimbangnya jumlah antara ikan jantan dan betina dalam suatu populasi akan berdampak terhadap penurunan populasi ikan di alam. Hal ini terjadi karena adanya kelebihan tangkapan atau kegiatan penangkapan yang tidak terkendali (Yusra 2011).Nilai rasio kelamin ikan kembung lelaki antara jantan dan betina yang didapatkan oleh Oktaviani (2013) dari hasil tangkapan di Teluk Mayalibit Kabupaten Raja Ampat yaitu nilai persentase jantan lebih kecil (49.76%) daripada jantan (50.24%). Kondisi tersebut menggambarkan bahwa nilai rasio jenis kelamin tidak selalu sama diduga karena dipengaruhi beberapa faktor tempat, waktu, dan peluang tertangkap. Hal itu dapat disebabkan oleh tabiat makan, tabiat memijah, dan tabiat migrasi Bal & Rao (1984) in Oktaviani (2013). Selain itu, perubahan nisbah kelamin dapat disebabkan oleh aktivitas penangkapan yang tinggi, faktor lingkungan, serta selektivitas alat tangkap Pulungan et al.(1994) in Yusra (2013).
Berdasarkan pengamatan TKG didapatkan bahwa ikan kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) yang pertama kali matang gonad terdapat pada ukuran kelas 136-148 mm dan untuk ikan jantan pada ukuran 110-122 mm dengan dengan persentase masing-masing sebesar 9.53% dan 4%. Pada ukuran kelas 175-187 mm ikan kembung lelaki paling banyak mencapai matang gonad dengan persentase masing-masing betina dan jantan sebesar 80% dan 100%. Adanya perbedaan ukuran pertama kali matang gonad dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain perbedaan spesies, kebiasaan makanan, umur dan ukuran, serta kondisi fisiologis dari ikan tersebut (Larasati 2011).
Berdasarkan hasil penelitian, IKG ikan kembung lelaki betina terbesar adalah 5.4340% dan IKG ikan jantan terbesar adalah 1.0591%. Hal ini sesuai dengan besarnya nilai IKG pada ikan betina dapat diartikan bahwa bobot gonad ikan betina lebih besar dibandingkan ikan jantan. Menurut pernyataan Effendie (1979) in Syahriani (2015) bahwa nilai indeks gonad somatik akan bertambah sampai mencapai kisaran maksimum ketika akan memijah, lalu akan menurun kembali dengan cepat selama pemijahan berlangsung sampai selesai. Hasil yang didapat serupa dengan penelitian (Rusni 2002) pada ikan kembung lelaki jantan (Rastrelliger kanagurta) bahwa nilai rerata tertinggi pada jantan mencapai 0,253-2,426% sedangkan pada betina mencapai 0,398-2,677%. Hal ini serupa juga dengan penelitian Oktaviani (2013) pada ikan kembung lelaki di Teluk Mayalibit Kabupaten Raja Ampat, menemukan bahwa nilai IKG ikan jantan umumnya lebih kecil daripada ikan betina pada tiap kematangan gonad. Hal ini menunjukkan bahwa nilai Indeks Kematangan Gonad ikan betina lebih tinggi dari ikan jantan pada TKG yang sama. IKG ikan betina lebih tinggi dari ikan jantan pada TKG yang sama, disebabkan karena IKG sangat dipengaruhi oleh berat gonad dan berat tubuh dimana gonad yang berisi telur (betina) lebih berat dibandingkan gonad yang berisi sperma (jantan) Effendie (1977) in Oktaviani (2013).
Fekunditas total ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) di Perairan Selat Sunda berkisar antara 13469-41584 butir telur pada kisaran panjang tubuh 136-185 mm. Hasibuan (2015) di perairan Selat Malaka mendapatkan fekunditas pada kisaran 30.250 – 57.240 butir telur, dengan kisaran panjang total 164-170 mm. Hasil penelitian sesuai dengan yang dilaporkan oleh Safarini (2013) di Teluk Banten Serang, fekunditas ikan kembung lelaki mengeluarkan 9.058 – 55.181 butir. Perbedaan fekunditas tersebut diduga karena dipengaruhi oleh faktor kondisi lingkungan yang berbeda terutama yang berhubungan dengan ketersediaan makanan. Nilai fekunditas dipengaruhi oleh jenis atau spesies, umur, ukuran individu ikan, makanan, faktor fisiologi tubuh, sifat ikan, kepadatan populasi dan lingkungan hidup ikan itu sendiri Safarini (2013). Hariyanti (2013) menambahkan bahwa besar kecilnya fekunditas dipengaruhi oleh makanan, ukuran ikan dan kondisi lingkungan, serta dapat jugadipengaruhi oleh diameter telur.
Fekunditas ikan kembung lelaki pada penelitian yang didapat berkisar antara 13469 – 41584 butir telur pada kisaran bobot tubuh 40-95 gram. Tidak selamanya ikan yang mempunyai bobot tubuh maksimal memiliki fekunditas yang banyak. Hal ini diduga karena bobot tubuh meningkat disebabkan oleh bobot lambung yang besar, sedangkan bobot gonadnya kecil, sehingga fekunditas pada bobot tersebut berkurang. Penyebab lainnya adalah dengan adanya persediaan makanan tambahan (Hariyanti 2013). Menurut Effendie (2002), sampai ukuran bobot tertentu fekunditas akan bertambah kemudian menurun lagi akibat respon terhadap perbaikan makanan melalui kematangan gonad yang terjadi lebih awal, menambah kematangan individu yang lebih gemuk dan mengurangi jarak antara siklus pemijahan. Faktor lingkungan juga berpengaruh terhadap fekunditas, namun hal ini sangat sulit untuk diketahui secara pasti. Menurut Bagenal (1963) in Hariyanti (2013) bahwa satu-satunya faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap fekunditas ikan adalah ketersediaan makanan yang tinggi. Selain itu juga dipengaruhi oleh segar tidaknya ikan pada saat penimbangan bobot tubuh. Ikan yang telah menurun kesegarannya akan menurun pula bobot tubuhnya (Hariyanti 2013).
Hasil analisis ukuran diameter terkecil sebesar 0.2250 mm dan terbesar ialah 2.0000 mm. Banyaknya ukuran diameter telur yang berbeda dalam ovarium ikan yang mengandung telur masak menunjukkan waktu pemijahan yang panjang dan terus menerus Lumbanbatu (1979) in Larasati (2011). Kelompok ukuran diameter telur yang besar merupakan perkembangan dari kelompok ukuran diameter telur sebelumnya dan mungkin merupakan sekumpulan telur yang terakhir dilepaskan setelah pemijahan pertama semala musim pemijahan (Larasati 2011). Menurut Effendie (2002), ukuran garis tengah telur yang terbesar didapatkan pada waktu akan terjadi pemijahan sebagai ukuran telur yang masak ikut dalam pemijahan.


KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Distibusi ukuran panjang ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) di Selat Sunda bervariasi, ukuran panjang minimum ikan kembung lelaki yang diamati yaitu 110 mm sedangkan panjang maksimumnya 224 mm. Pada ikan kembung lelaki jantan dan betina memiliki pola pertumbuhan yaitu pola allomterik negatif. Faktor kondisi rata – rata ikan betina lebih besar dibandingkan faktor kondisi rata –rata ikan jantan. Nisbah kelamin ikan kembung lelaki jantan dan betina adalah tidak seimbang (3:7). Ikan jantan maupun ikan betina pada saat pertama kali matang gonad terdapat pada ukuran selang kelas panjang 175 – 187 mm. Hubungan antara fekunditas dengan bobot tubuh lebih erat dibandingkan dengan panjang total tubuh adalah erat. Potensi reproduksi berkisar antara 13469-41584 butir telur pada kisaran panjang tubuh 136-185 mm dengan bobot tubuh 40-95 gram. Pola pemijahan ikan kembung lelaki bersifat total spawner.

Saran
Saran untuk melengkapi informasi mengenai ikan kembung lelaki adalah perlu adanya penelitian terkait dengan pengamatan yang lebih lama mengenai aspek pertumbuhan dan biologi reproduksi agar mendapatkan informasi pertumbuhan dan biologi reproduksi ikan kembung lelaki yang lebih akurat, selain itu agar data yang tersedia untuk pengelolaan ikan ini lebih lengkap, maka perlu adanya penelitian lebih lanjut terkait dengan aspek kebiasaan makanan serta kajian stok ikan kembung lelaki.





Komentar

Postingan populer dari blog ini

LAPORAN PRAKTIKUM MK. IKHTIOLOGI FUNGSIONAL ANATOMI DAN MORFOLOGI IKAN

Pengertian Biota Air Tawar, Jenis-Jenis dan Peran Biota Air Tawar, Bahan Organik dan Nutrien bagi Biota Air Tawar, Rantai Makanan Ekosistem Biota Air Tawar, dan Penyebab Kelangkaan Biota Air Tawar dari Pemicu

BUDIDAYA IKAN KONSUMSI