HUKUM MENGEMIS MENURUT PANDANGAN ISLAM

HUKUM MENGEMIS MENURUT PANDANGAN ISLAM

Adhisetyorahman Wardanu A24140178
Ainaya Kresnanda Apriandi E24140022
Ari Hariyadi A24140120
Astrid Widya Tamara C24140026
Devi Wijayanti A14140045
Mira Handayani C44140003
Nadhilah Amalina Qistan E44140005
Neng Sri Haryanti Lestari D424140055
Novi Oktavia Pradikaningrum G34140061
Novia Putri Sari C44140012
Pupi Rahma Sari I14140046
Sita Miftakhurohmah D24140033


DIREKTORAT TINGKAT PERSIAPAN BERSAMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah swt yang telah memberikan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Masalah Sosial Pengemis di Kampus Dalam IPB.
Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terimakasih kepada :
1. Dosen pembimbing Pendidikan Agama Islam, Drs. Hamzah, MS.
2. Narasumber, Saidah dan Zulkarnain. Semoga Allah swt senantiasa memberikan rahmat dan karunianya kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan yang baik.
Penyusun mengetahui bahwa dalam penulisan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, 27 Desember 2014

Penyusun



BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Masalah kemiskinan adalah salah satu masalah dalam masyarakat yang belum teratasi. Salah satu dampak kemiskinan adalah munculnya pengemis. Hal ini dikarenakan belum meratanya pembangunan nasional, masih terdapat kensenjangan sosial yang membedakan antara kaum si kaya dan si miskin. Masalah kemiskinan juga menjadi indikator tingkat kesejahterahaan penduduk. Semakin banyak penduduk miskin dalam suatu negara berarati tingkat kesejahterahaan negara tersebut rendah. Masalah itu muncul juga disebabkan kekurangpekanya kaum elite atau kaum menengah atas terhadap kaum yang miskin sehingga menyababkan kensenjangan sosial, juga karena adanya gaya hidup yang glamour atau sangat mewah.
Al Qur’an surat Al Isra ayat 26-27 Allah berfirman“Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan, dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar pada Tuhannya”. Dalam surat Al Baqaroh ayat 215, yang artinya;“ Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah; “ Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan”. Dan apa saja kebaikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah maha mengetahuinya.” Dari ayat-ayat tersebut dapat kita ambil pelajaran Allah melarang gaya hidup yang bermewah-mewahan, boros, dan sangat menganjurkan agar membantu saudara kita yang lemah yaitu lemah jasmani dan rohani, namun pada kenyataan banyak orang yang tidak memperdulikan saudaranya karena ikut arus globalisasi yang menyebaban gaya hidup kebarat-baratan. Seandainya kaum elite peduli dengan saudaranya yang lemah, misalnya dengan menyisihkan sebagian rezekinya misalnya sehari seribu rupiah untuk membantu saudaranya yang miskin insya Allah masalah kemiskinan sedikit dapat teratasi.
Pengemis merupakan salah satu kaum dhuafa yaitu kaum yang lemah yang memerlukan bantuan kita. Umumnya pengemis lebih banyak terdapat di kota-kota besar. Pemerintah telah berupaya menertibkan para pengemis dengan adanya satpol pp, namun tampaknya hal tersebut belum dapat mengatasinya secara tuntas. Pemerintah juga menyediakan panti sosial untuk menampung para pengemis, namun adanya panti sosial tidak terlalu berdampak pada keberadaan pengemis di ruang publik. Banyak faktor-faktor yang menyebabkan munculnya tunawisma. Termasuk adanya industrilisasi yang memusatkan perekonomian di kota, sehingga banyak yang berbondong-bondong ke kota dan menggantungkan nasibnya ke kota .dan orang-orang yang tidak mempunyai pekerjaan akan menjadi pengemis, pengamen, dan tunawisma.
Masalah pengemis tidak bisa dibiarkan begitu saja karena pengemismerupakan masalah sosial yang perlu dituntaskan agar tidak terjadi masalah kriminalitas. Kampus dalam merupakan tempat yang akan kami teliti karena selain jaraknya dapat kami jangkau, kampus dalam merupakan daerah sekitar parguruan tinggi negeri, ternyata dalam kenyataan di lapangan, masih ada tunawisma yang berada di dalam daerah pendidikan.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang makalah ini dan hasil wawancara yang telah kami lakukan terhadap beberapa pengemis yang berasa di kawasan kampus dalam, setidaknya ada beberapa rumusan masalah yang kami angkat di dalam makalah ini, di antaranya:
1. Apa faktor-faktor penyebab adanya pengemis di lingkungan kampus dalam?
2. Bagaimana mengemis dalam pandangan hukum islam?

1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui faktor-faktor penyebab adanya pengemis.
2. Mengetahui pandangan hukum islam mengenai kegiatan mengemis


1.4 Manfaat Penelitian
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Bagi penulis, kegunaan yang diharapkan berkembangnya wawasan khasanah dan peka terhadap masalah yang berkembang yang ada di masyarakat.
2. Bagi mahasiswa, memberikan sumbangan keilmuan tentang budaya pengemis yang berkembang di masyarakat Kampus Dalam.
3. Bagi masyarakat, memberikan informasi dan gambaran bagaimana masyarakat lebih memilih kepada pengemis yang sebenarnya.

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian pengemis
Pengemis menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1980 Tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta di muka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain. Permasalahan pengemis, dan gepeng, sebenarnya hanyalah turunan dari permasalahan kemiskinan. Selama persoalan kemiskinan belum teratasi jumlah pengemis, dan gepeng tidak akan pernah berkurang malah jumlahnya akan semakin bertambah.
Perilaku menggembel dan mengemis erat kaitannya dengan urbanisasi, dan urbanisasi erat kaitannya dengan adanya kesenjangan pembangunan wilayah pedesaan dan perkotaan. Semasih adanya kesenjangan ini maka urbanisasi akan sulit dibendung, dan akan memberi peluang munculnya kegiatan sector informal seperti kegiatan menggembel dan mengemis. Kebijaksanaan penanggulangan gepeng yang dikembangkan adalah dengan lebih memacu pembangunan pedesaan agar serasi dengan pembangunan di daerah perkotaan. Pendekatan yang diperlukan adalah yang bersifat pendekatan holistik, yang tidak hanya terpaku pada pelaku gepeng itu sendiri tetapi berusaha menjangkau seluruh sub sistem yang mempengaruhi munculnya urbanisasi dan perilaku menggebel dan mengemis, serta termasuk seluruh sumberdaya manusia yang ada. Sumberdaya manusia yang ada di pedesaan diusahakan untuk dikembangkan sebagai subyek pembangunan yang mampu memanfaatkan peluang yang ada serta mengembangkan potensi yang dimiliki dengan memperhatikan kendala yang dihadapi (Sasono 1987).
Dalam Peraturan Pemerintah nomor 31 Tahun 1980 (pasal 2), kebijakan dibidang penanggulangan gepeng merupakan kebijakan yang telah ditetapkan oleh menteri berdasarkan pada kebijakan yang telah digariskan oleh pemerintah, dalam menetapkan kebijakan tersebut Menteri dibantu oleh sebuah badan koordinasi yang susunan, tugas dan wewenangnya diatur dengan keputusan peresiden. Penertiban gelandangan dan pengemis telah diatur dalam Kepres Nomor 40 tahun 1983 Tentang Koordinasi Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis, dalam keputusan bersama antara Menteri Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan dan Menteri Sosial dengan nomor SKB. 102/MEN/1983 tentang penyelenggaraan Transmigrasi yang dikaitkan dengan penuntasan penyandang masalah kesejahteraan sosial (Iqbali 2009).
Masalah kemiskinan di Indonesia berdampak negatif terhadap meningkatnya arus urbanisasi dari daerah pedesaan kekota-kota besar, sehingga terjadi kepadatan penduduk dan daerah-daerah kumuh yang menjadi pemukiman para urban tersebut, sulit dan terbatasnya pekerjaan yang tersedia serta terbatasnya pengetahuan, keterampilan dan pendidikan menyebabkan mereka banyak mencari nafkah untuk mempertahankan hidup dengan terpaksa menjadi gelandangan dan pengemis. Kementerian Sosial terus berupaya untuk mengurangi tingkat populasi Gepeng atau gembel dan pengemis, tahun 2011 pemerintah berusaha untuk lebih mengedepankan upaya penanggulangan kedua pokok permasalahan tersebut, di Indonesia terdapat sekitar 30 juta orang penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS), yang terbagi dalam 22 kelompok, salah satunya adalah gelandangan, dan pengemis (gepeng) yang jumlahnya sekitar 3 juta jiwa.

2.2 Hukum Mengemis dalam Pandangan Islam
Mengemis atau meminta-minta dalam bahasa Arab disebut dengan “tasawwul ”. Di dalam Al- Mu’jam Al-Wasith disebutkan: “Tasawwala (bentuk fi’il madhy dari tasawwul) artinya meminta-minta atau meminta pemberian.”
Sebagian ulama mendefinisikan tasawwul (mengemis) dengan upaya meminta harta orang lain bukan untuk kemaslahatan agama melainkan untuk kepentingan pribadi.
Al-Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah berkata: “Perkataan Al-Bukhari (Bab Menjaga Diri dari Meminta-minta) maksudnya adalah meminta-minta sesuatu selain untuk kemaslahatan agama.”
Meminta-minta sumbangan atau mengemis pada dasarnya tidak disyari’atkan dalam agama Islam. Bahkan jika melakukannya dengan cara menipu atau berdusta kepada orang atau lembaga tertentu yang dimintai sumbangan dengan menampakkan dirinya seakan-akan dia adalah orang yang sedang kesulitan ekonomi, atau sangat membutuhkan biaya pendidikan anak sekolah, atau perawatan dan pengobatan keluarganya yang sakit, atau untuk membiayai kegiatan tertentu, maka hukumnya haram dan termasuk dosa besar.
Di antara dalil-dalil syar’i yang menunjukkan haramnya mengemis dan meminta-minta sumbangan, dan bahkan ini termasuk dosa besar adalah sebagimana berikut:
1. Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا زَالَ الرَّجُلُ يَسْأَلُ النَّاسَ، حَتَّى يَأْتِيَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَيْسَ فِيْ وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ
“Seseorang senantiasa meminta-minta kepada orang lain sehingga ia akan datang pada hari Kiamat dalam keadaan tidak ada sepotong daging pun di wajahnya.”
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallah ‘anhu, ia berkata: Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ سَأَلَ النَّاسَ أَمْوَالَهُمْ تَكَثُّرًا فَإِنَّمَا يَسْأَلُ جَمْرًا فَلْيَسْتَقِلَّ أَوْ لِيَسْتَكْثِرْ
“Barangsiapa meminta-minta kepada manusia harta mereka untuk memperbanyak hartanya, maka sesungguhnya dia hanyalah sedang meminta bara api. Maka hendaknya dia mempersedikit ataukah memperbanyak.”
2. Diriwayatkan dari Hubsyi bin Junaadah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ سَأَلَ مِنْ غَيْرِ فَقْرٍ فَكَأَنَّمَا يَأْكُلُ الْجَمْرَ
“Barang siapa meminta-minta kepada orang lain tanpa adanya kebutuhan, maka seolah-olah ia memakan bara api.”
Demikianlah beberapa dalil dari hadits-hadits Nabi yang mengharamkan mengemis atau meminta-minta sumbangan untuk kepentinagn pribadi atau keluarga.
engambil pelajaran bahwa meminta Al-Jizyah dari orang-orang kafir tidak termasuk tasawwul (mengemis atau meminta-minta yang dilarang) karena Al-Jizyah bukan untuk kepentingan pribadi tetapi untuk kaum muslimin.
Termasuk dalam pengertian meminta bantuan untuk kepentingan kaum muslimin adalah hadits yang menceritakan bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam juga pernah meminta bantuan seorang tukang kayu untuk membuatkan beliau mimbar. Sahl bin Sa’d As-Sa’idi Radhiyallaahu ‘anhuberkata:
بَعَثَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – إِلَى امْرَأَةٍ أَنْ مُرِى غُلاَمَكِ النَّجَّارَ يَعْمَلْ لِى أَعْوَادًا أَجْلِسُ عَلَيْهِنَّ
“Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah mengutus kepada seorang wanita: “Perintahkan anakmu yang tukang kayu itu untuk membuatkan untukku sebuah mimbar sehingga aku bisa duduk di atasnya!”.
Al-Imam Al-Bukhari Rahimahullah berkata: “Bab:Meminta bantuan kepada tukang kayu dan ahli pertukangan lainnya untuk membuat kayu-kayu mimbar dan masjid”.Al-Imam Ibnu Baththal Rahimahullah berkata: “Di dalam hadits ini terdapat pelajaran tentang bolehnya meminta bantuan kepada ahli pertukangan dan ahli kekayaan untuk segala hal yang manfaatnya meliputi kaum muslimin. Dan orang-orang yang bersegera melakukannya adalah disyukuri usahanya”.
Sehingga dengan demikian, kita boleh mengatakan: “Bantulah aku membangun masjid ini atau madrasah ini dan sebagainya!” atau meminta sumbangan kepada kaum muslimin yang mampu untuk membangun masjid, madrasah dan sebagainya.


BAB III
METODE PENULISAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
1. Waktu Penelitian
Keseluruhan kegiatan penelitian ini dilakukan dalam 2 tahap. Tahap pertama persiapan penelitian meliputi pembuatan instrument penelitian dan mencari literature-literatur yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan pada tanggal 11 dan 12 Desember 2014. Tahap kedua adalah wawancara dengan pengemis di lokasi sekitar Kampus Dalam pada tanggal 19 Desember 2014. Tahap terakhir adalah penyusunan makalah.
2. Tempat Penelitian
Wawancara dilakukan di jalan Kampus Dalam, Babakan Raya dan jalan Perwira Kampus Dalam IPB.

3.2 Penetuan Subjek Penelitian
1. Penentuan Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah dua pengemis di jalan Kampus Dalam, Babakan Raya dan jalan Perwira Kampus Dalam IPB.

3.3 Jenis data
Menurut sifatnya jenis data yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah:
1.Data kualitatif yaitu data yang berbentuk datandan kalimat. Data kualitatif yang digunakan dalam makalah ini adalah publikasi-publikasi di media cetak dan internet yang relevan dengan pembahasan masalah dalam makalah ini.
Menurut sumbernya jenis data yang digunakan dalam makalah ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang dikumpulkan langsung dari sumbernya oleh peneliti. Data primer dalam penyusunan makalah ini adalah data hasil dari wawancara dengan informan yang relevan dengan penyusunan makalah ini. Data sekunder yaitu data yang telah dikimpulkan dan dipublikasikan oleh pihak tertentu. Data sekunder dalam makalah ini diperoleh dari buku-buku dan internet untu mendapatkan pengetahuan yang dapat dipercaya sebagai pembahasan.



3.4 Instrumen dan Metode Pengumpulan Data
Instrument penelitian yang digunakan dalam pengumpulan data adalah pedoman wawancara dan observasi dengan metode yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Metode Wawancara
Teknik wawancara yang penulis lakukan adalah dengan menggunakan bentuk pertanyaan tertutup dan pertanyaan terbuka terhadap pengemis.
2. Metode Studi Pustaka
Untuk melengkapi data yang diperoleh dengan metode di atas digunakan pula metode pustaka yaitu mengumpulkan data dari beberapa sumber tertulis.

3.5 Analisis Data
Langkah-langkah yang ditempuh dalam pengolahan data pada dasarnya meliputi seleksi data, klasifikasi data, dan analisis data. Sesuai dengan namanya pada tahap seleksi data dilakukan penyeleksian atas kelengkapan data. Data yang sudah terseleksi kemudian diklasifikasi sesuai dengan jenis data yang diperlukan untuk menjawab permasalahan penelitian. Pada tahap akhir dilakukan analisis data.


BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Faktor- faktor penyebab adanya pengemis di Kampus Dalam
Ada beberapa faktor yang menyebabkan adanya pengemis di Kampus Dalam. Faktor- faktor tersebut terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal, ada yang bersifat yang bersifat permanen ada yang bersifat mendadak, faktor faktor tersebut adalah:

1. Faktor urbanisasi
Pembangunan perkotaan kian lama kian bertambah maju. Kemajuan tersebut dapat dilihat secara kasat mata melalui semakin banyaknya gedung-gedung bertingkat dan pencakar langit, serta suburnya pusat-pusat perbelanjaan dan perkantoran. Bagi sebagian besar penduduk desa, kemajuan pembangunan di perkotaan memberikan kesempatan lebih untuk meningkatkan perekonomian kelurga mereka. Oleh karena itulah, apabila ditanya alasan penduduk desa yang mencari pekerjaan di kota, maka sebagian besar akan menjawab untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga mereka yang tinggal di desa. Sementara anggota keluarga mereka yang termasuk kategori angkatan kerja bekerja di kota, anak-anak dan orang tua dapat tetap tinggal di desa. Tak jarang, demi memastikan keragaman sumber penghasilan, anggota keluarga seringkali bekerja terpencar di berbagai tempat, di kota kecil maupun di kota besar.
Selain lebarnya kesempatan kerja, alasan seseorang merasa ditarik ke kota adalah ketersediaan beragam fasilitas, khususnya fasilitas pendidikan dan kesehatan di perkotaan yang lebih baik. Adapun alasan lainnya ialah struktur sosial dan budaya di kota lebih bebas, sementara di perdesaan dirasa lebih mengekang.

2. Faktor ketidak berdayaan
Ketidak berdayaan orang-orang yang mengalami kesulitan memenuhi kebutuhan keluarga sehari- hari karena mereka memang tidak punya gaji tetap, santunan- santunan rutin atau sumber-sumber kehidupan yang alin. Sementara mereka sendiri tidak memiliki keterampilan atau keahlian khusus yang dapat mereka manfaatkan untuk menghasilkan uang, sepertiorang- orang yangmenyandang cacat, orang-orang yang menderita sakit, orang- orang yang sudah berusia lanjut sehingga tidak bisa lanjut bekerja.

3. Faktor kesulitan ekonomi
Orang- orang yang mengalami kesulitan ekonomi dan kerugian harta yang cukup besar membutuhkan bantuan orang lain, contohnya para pedagang yang bangkrut atau para petani yang gagal panen secara total, dan lain sebagainya, mereka ini juga membutuhkan bantuan karena sedang mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Faktor kesuliatn ekonomi muncul akibat tidak seimbangnya antara penghasilan sehari- hari dengan kebutuhan hidup yang berjumlah banyak.
Diantara faktor- faktor diatas masalah pokok penyebab timbulnya adalah kemiskinan.


4.2 Hukum Mengemis dalam Pandangan Islam
Mengemis atau meminta-minta dalam bahasa Arab disebut dengan “tasawwul ”. Di dalam Al- Mu’jam Al-Wasith disebutkan: “Tasawwala (bentuk fi’il madhy dari tasawwul) artinya meminta-minta atau meminta pemberian.”
Sebagian ulama mendefinisikan tasawwul (mengemis) dengan upaya meminta harta orang lain bukan untuk kemaslahatan agama melainkan untuk kepentingan pribadi.
Al-Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah berkata: “Perkataan Al-Bukhari (Bab Menjaga Diri dari Meminta-minta) maksudnya adalah meminta-minta sesuatu selain untuk kemaslahatan agama.”
Meminta-minta sumbangan atau mengemis pada dasarnya tidak disyari’atkan dalam agama Islam. Bahkan jika melakukannya dengan cara menipu atau berdusta kepada orang atau lembaga tertentu yang dimintai sumbangan dengan menampakkan dirinya seakan-akan dia adalah orang yang sedang kesulitan ekonomi, atau sangat membutuhkan biaya pendidikan anak sekolah, atau perawatan dan pengobatan keluarganya yang sakit, atau untuk membiayai kegiatan tertentu, maka hukumnya haram dan termasuk dosa besar.
Di antara dalil-dalil syar’i yang menunjukkan haramnya mengemis dan meminta-minta sumbangan, dan bahkan ini termasuk dosa besar adalah sebagimana berikut:
2. Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا زَالَ الرَّجُلُ يَسْأَلُ النَّاسَ، حَتَّى يَأْتِيَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَيْسَ فِيْ وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ
“Seseorang senantiasa meminta-minta kepada orang lain sehingga ia akan datang pada hari Kiamat dalam keadaan tidak ada sepotong daging pun di wajahnya.”
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallah ‘anhu, ia berkata: Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ سَأَلَ النَّاسَ أَمْوَالَهُمْ تَكَثُّرًا فَإِنَّمَا يَسْأَلُ جَمْرًا فَلْيَسْتَقِلَّ أَوْ لِيَسْتَكْثِرْ
“Barangsiapa meminta-minta kepada manusia harta mereka untuk memperbanyak hartanya, maka sesungguhnya dia hanyalah sedang meminta bara api. Maka hendaknya dia mempersedikit ataukah memperbanyak.”
4. Diriwayatkan dari Hubsyi bin Junaadah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ سَأَلَ مِنْ غَيْرِ فَقْرٍ فَكَأَنَّمَا يَأْكُلُ الْجَمْرَ
“Barang siapa meminta-minta kepada orang lain tanpa adanya kebutuhan, maka seolah-olah ia memakan bara api.”
Demikianlah beberapa dalil dari hadits-hadits Nabi yang mengharamkan mengemis atau meminta-minta sumbangan untuk kepentinagn pribadi atau keluarga.
engambil pelajaran bahwa meminta Al-Jizyah dari orang-orang kafir tidak termasuk tasawwul (mengemis atau meminta-minta yang dilarang) karena Al-Jizyah bukan untuk kepentingan pribadi tetapi untuk kaum muslimin (Yaqub 1992).
Termasuk dalam pengertian meminta bantuan untuk kepentingan kaum muslimin adalah hadits yang menceritakan bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam juga pernah meminta bantuan seorang tukang kayu untuk membuatkan beliau mimbar. Sahl bin Sa’d As-Sa’idi Radhiyallaahu ‘anhuberkata:
بَعَثَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – إِلَى امْرَأَةٍ أَنْ مُرِى غُلاَمَكِ النَّجَّارَ يَعْمَلْ لِى أَعْوَادًا أَجْلِسُ عَلَيْهِنَّ
“Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah mengutus kepada seorang wanita: “Perintahkan anakmu yang tukang kayu itu untuk membuatkan untukku sebuah mimbar sehingga aku bisa duduk di atasnya!”.
Al-Imam Al-Bukhari Rahimahullah berkata: “Bab:Meminta bantuan kepada tukang kayu dan ahli pertukangan lainnya untuk membuat kayu-kayu mimbar dan masjid”.Al-Imam Ibnu Baththal Rahimahullah berkata: “Di dalam hadits ini terdapat pelajaran tentang bolehnya meminta bantuan kepada ahli pertukangan dan ahli kekayaan untuk segala hal yang manfaatnya meliputi kaum muslimin. Dan orang-orang yang bersegera melakukannya adalah disyukuri usahanya”. Sehingga dengan demikian, kita boleh mengatakan:
“Bantulah aku membangun masjid ini atau madrasah ini dan sebagainya!” atau meminta sumbangan kepada kaum muslimin yang mampu untuk membangun masjid, madrasah dan sebagainya.


BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Mengemis tidak disyari’atkan dalam agama Islam bahkan jika melakukannya dengan cara menipu kepada orang atau lembaga tertentu yang dimintai sumbangan dengan menampakkan dirinya seakan-akan dia adalah orang yang sedang kesulitan ekonomi, atau sangat membutuhkan biaya pendidikan anak sekolah, atau perawatan dan pengobatan keluarganya yang sakit, atau untuk membiayai kegiatan tertentu, maka hukumnya haram dan termasuk dosa besar.

Latar belakang penyebab adanya pengemis di Kampus Dalam karena pengemis-pengemis itu mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan keluarga sehari- hari dan mereka tidak punya gaji tetap, sementara mereka sendiri tidak memiliki keterampilan atau keahlian khusus yang dapat mereka manfaatkan untuk menghasilkan uang, seperti orang- orang yangmenyandang cacat, orang-orang yang menderita sakit, orang- orang yang sudah berusia lanjut sehingga tidak bisa lanjut bekerja.

5.2 Saran
Setalah membaca makalah ini diharapkan pembaca dapat lebih peka terhadap keadaan lingkunagn di sekitarnya sehingga mengetahui permasalahan-permasalahan dan potensi-potensi yang ada di daerahnya. Dengan demikian diharapkan pembaca dapat menemukan dan memberikan solusi untuk memecahkan masalah-masalah social maupun ekonomi di daerahnya atau bahkan dapat mengembangkan dan memaksimalkan potensi yang ada di derahnya.


DAFTAR PUSTAKA
Iqbali, Santono. “ Gelandangan-pengemis di Kecamatan Kubu Karang Asem “. Artikel di akses pada 19 Desember 2014 dari http//ejurnal.unud.ac.id/abstarak/naskah.pdf
Sasono, Adi. Masalah Kemiskinan dan Fatalisme, dalam sri Edi Swasono, ed, Sekitar Kemiskinan dan Keadilan : Dari Cendiawan Kita Tentang Islam. Jakarta: Ui Press.1987
Wawancara dengan Bapak Zulkarnain, Jum’at 11 Desember 2014 pukul 16.00 WIB.
Wawancara dengan Ibu Saidah , Sabtu 12 Desember 2014 pukul 09.00 WIB.
Yaqub, Haman. etos kerja islam petunjuk pekerjaan yang halal dan halal dalam syariat islam. Jakarta: CV Pedoman Islam Jaya, 1992.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

LAPORAN PRAKTIKUM MK. IKHTIOLOGI FUNGSIONAL ANATOMI DAN MORFOLOGI IKAN

Pengertian Biota Air Tawar, Jenis-Jenis dan Peran Biota Air Tawar, Bahan Organik dan Nutrien bagi Biota Air Tawar, Rantai Makanan Ekosistem Biota Air Tawar, dan Penyebab Kelangkaan Biota Air Tawar dari Pemicu

BUDIDAYA IKAN KONSUMSI