MODEL KELEMBAGAAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN HUTAN ALAM PRODUKSI

Oleh :
Djuhendi Tadjudin

Perilaku suku Badui yang menganggap memakai baju serba hitam dan berikat kepala biru tua sudah merupakan hal yang pas bagi kehidupan mereka menggambarkan situasi pengelolaan sumberdaya hutan kita. Suatu konsep yang disusun mengedepankan ukuran-ukuran ekonomi makro, masalah kelestarian lingkungan dan kebutuhan setempat masing-masing tampil sebagai kosmetik dan generalisasi akademik. Ketika konsep ini dioperasikan, dihasilkan kerja yang ironical dan malah merusak alam. Bagaikan baju modis penuh warna yang sebenarnya sudah cocok dengan suku Badui, namun aparat telah keliru dalam memperkenalkannya.
Dalam situasi pengelolaan saat ini, Kartodihardjo (1999) mengambarkan kebijakan pengelolaan sumberdaya hutan saat ini bersifat paradoksal yang mana cenderung mendukung pencapaian target kuantum produksi kayu gelondong. Selain itu, sinyal internasional seperti pola pengelolaan peduli lingkungan tidak segera dalam mewarnai kebijakan pemerintah dan merubah etika bisnis perusahaan swasta yang bergerak dalam bidang kehutanan.
Praktik pengelolaan sumberdaya hutan saat ini sarat akan persengketaan. Persengkataan yang terkait dengan masalah hutan alam produksi dipandang dalam garis hirarki yang linier, yaitu tata nilai, hak pemilihan (kelembagaan: institusi), dan model pengelolaan (organisasi). Hal-hal ini dikaitkan dengan pelaku-pelaku terkait, yaitu pemerintah, masyarakat, dan swasta.
Hutan kemasyarakatan (HKM) merupakan perwujudan berbagai bentuk pengelolaan hutan yang mengakomodasikan kepentingan dan partisipasi masyarakat secara luas. Para pelaku utama terlibat langsung dalam pengelolaan hutan, dan yang paling menonjol adalah perubahan posisi masyarakat yang semula merupakan bagian eksternal menjadi suatu bagian internal dari sistem manajemen yang bersangkutan. Dengan ini kepentingan setiap pelaku dapat diakomodasikan dengan baik tanpa mengabaikan tujuan pelestarian. Dengan keunggulan konsep HKM, pemerintah mencoba menerapkannya melalui Keputusan Menteri Kehutan dan Perkebunan No. 667/1998 tentang “Hutan Kemasyarakatan”yang diundangkan pada tanggal 7 Oktober 1998. Namun masih banyak hal yang belum tepat.
Meskipun sumberdaya hutan alam produksi dikelola oleh masyarakat namun harus mempertimbangkan unsur-unsur kelembagaan, yaitu batas yuridiksi, aturan main, dan aturan pewakilan yang rasional. Masyarakat berhak menentukan modal pendayagunaan sesuai dengan karakteristik sumberdaya hutan dan karakteristik masyarakat penggunanya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

LAPORAN PRAKTIKUM MK. IKHTIOLOGI FUNGSIONAL ANATOMI DAN MORFOLOGI IKAN

Pengertian Biota Air Tawar, Jenis-Jenis dan Peran Biota Air Tawar, Bahan Organik dan Nutrien bagi Biota Air Tawar, Rantai Makanan Ekosistem Biota Air Tawar, dan Penyebab Kelangkaan Biota Air Tawar dari Pemicu

BUDIDAYA IKAN KONSUMSI