SISTEM BAGI HASIL DI JAWA TENGAH Penelitian Hukum Pemilikan Tanah di Sebuah Daerah Pertanian yang Penduduknya Sangat Padat

Oleh :
Warner Roell
Djuhendi Tadjudin

Dari hasil penelitian yang dilakukan pada tahun 1969 atas bantuan Persatuan Peneliti Jerman dalam Proyek Pertanian Tani Makmur di Klaten, Jawa Tengah. Meskipun mengolah sendiri tanah pertanian diharuskan oleh UU Agraria Tahun 1990, tetapi lebih dari 50% jumlah penggarap bagi hasil di anatara petani dan hasil yang diterima hanya 30% sampai 40% bahkan lebih dari 0% di daerah Jawa yang padat penduduknya.
Tanpa memperhatikan kesulitan dan kenyataan bahwa sampai sekarang tidak ada informasi yang dapat diandalkan mengenai perubahan kualitatif sistem bagi hasil, bentuk khusus kerja upahan dan garapan ini telah meningkat dengan pesat dibandingkan pada awal abad ini.
Kesempatan kerja di sektor industri yang memang sedikit, makin berkurang jumlahnya akibat penghancuran beberapa usaha perkebunan Belanda pada masa pendudukan Jepang (1942-1945) dan mengakibatkan terjadinya pemberontakan beberapa tahun setelah perang. Pengangguran menjadi cenderung meningkat ditambah dengan kebutuhan tenaga kerja yang musiman. Produksi bahan makanan yang tinggi secara teori ternyata berkebalikan dengan praktiknya. Daya beli yang rendah atau malah tidak ada akibat sangat rendahnya pendapatan serta harga yang sering berubah dan sangat mahal bagi penduduk kalangan bawah, menyebabkan masalah pangan yang parah. Asal usul sistem bagi hasil ini berakar pada hukum pemilikan tanah feodal kerajaan di Surakarta dan Yogyakarta dan pendahulunya. Sistem ini mensyahkan para kaum bangsawan memiliki apa saja yang ada di daerah kekuasaanya.
Bentuk-bentuk dasar bagi hasil antara lain; sistem maro, sistem mertelu, dan sistem mrapat. Sebagai ukuran dasar bagi hasil adalah kualitas tanah, letak tanah, bentuk pengolahan, hasil tanaman, demikian pula penyediaan sarana produksi seperti bibit, pupuk, ternak, pembajak, dan sebagainya. Banyak sekali kasus yang merugikan penggarap, seperti mengeluarkan sebagian besar ongkos untuk usaha dan upacara tanam panen. Pengambilan kredit juga membuat banyak penggarap terjerat hutang.
Demi perbaikan kepentingan sosial, maka harus dilakukan penghapusan situasi buruk sistem bagi hasil di Jawa. Maka perubahan UU Agraria tahun pedesaan harus dilakukan, selanjutnya usaha-usaha yang dirancang dalam bidang pertanian, bidang politik kependudukan, usaha industrial dan infastruktur agar menciptakan kehidupan sosial yang lebih baik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

LAPORAN PRAKTIKUM MK. IKHTIOLOGI FUNGSIONAL ANATOMI DAN MORFOLOGI IKAN

Pengertian Biota Air Tawar, Jenis-Jenis dan Peran Biota Air Tawar, Bahan Organik dan Nutrien bagi Biota Air Tawar, Rantai Makanan Ekosistem Biota Air Tawar, dan Penyebab Kelangkaan Biota Air Tawar dari Pemicu

BUDIDAYA IKAN KONSUMSI